Andai Amir Hamzah Advokat: Soal Amir dan Syair [Bagian-2 selesai]

TRANSINDONESIA.CO – Ini soal Amir dan syair. Bagaimana hal ihwal Amir Hamzah dan Mahkamah?  Hukum yang disalahkesankan dengan angkuh dan angker, ternyata  sama sekali tidak lekat dengan sosok Amir.

Tak banyak yang  mengetahui  Amir Hamzah memperlajari ilmu hukum pada sekolah hukum ternama di Batavia: Recht Hooge Scholl (RHS). Sekolah yang kerap menghasilkan Master Inderechten itu begitu bergengsi dan kerap mengandalkan kuat filsafat dan tajam siasat.

Sedikit sekali sumber yang menulis  Amir Hamzah saat sekolah hukum. Setamat sekolah AMS Solo tahun 1932,  sekolah hukum pun dikecap Amir Hamzah di Recht Hoge Scholl (RHS) di Batavia. Awal 1934, sebagai mahasiswa RHS, Amir tinggal di Laan Holle, Jakarta.

Kawan seangkatannya: Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane. Tak hanya belajar hukum, di sanalah   Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru dan mengelolanya, hingga pecah perang dunia kedua.

Penulis: Muhammad Joni.[Ist]
Penulis: Muhammad Joni.[Ist]
Sekolah hukum dilaluinya sampai tingkat kandidat atau predikat C2, Amir Hamzah dipanggil pulang kembali ke negri  Langkat, demikian catatan Djohar Arifin Husein, kini Ketua Umum PSSI, yang menulis buku Sejarah Langkat.

Berkah merantau dan sekolah ke Batavia itulah, beliau bergaul dengan tokoh-tokoh perjuangan: SK Trimurti, Sutan Syahrir, AK. Ghani, Ahmad Yamin, Achdiat Kartamihardja.

Usai menuntut ilmu hukum di Batavia, Kubusu diminta kembali ke kampung halamannya.  Dia patuh dan turut titah perintah.

Setelah itu dia menikahi Tengku Kamaliah, putri sulong Sultan Langkat. Amir Hamzah dengan latar pendidikan dan pengalamannya diberi mandat Kepala Luhak Langkat Hulu, berkedudukan di Binjei. Amanah yang begitu tinggi dan mulia, pada usianya muda belia: 26 tahun.

Disamping menjadi Kepala Luhak Langkat Hulu,  beliau pernah pula menjabat Kepala Mahkamah Kerajaan, sesuai pendidikannya di Recht Hoge School.

Dia tak hanya bijak memimpin Langkat Hulu.  Menurut NH. Dini, Kubusu masih sempat mendendang lagu buat putrinya Tahura kecil dalam buaian, “Kalau hari petang, langit terang, aku terkenang, Binjei Langkat Hulu, lahir disitu”. (NH. Dini, “Amir Hamzah Pengeran dari Seberang”, Jakarta, 2011, hal.118).

Djohar Arifin Husein, yang  tahun 2011 menulis “Tengku Amir Hamzah – Tokoh Pergerakan Nasional, Konseptor Sumpah Pemuda, Pangeran Pembela Rakyat”, menorehkan kesan bagaimana Amir Hamzah peduli rakyat kecil.  Membela rakyatnya yang terjerat masalah hukum.

Djohar Arifin memaparkan, “sebagai Kepala Mahkamah Kerajaan banyak rakyat kecil yang dibelanya,  jika bukan kejahatan pembunuhan, pencurian atau perampokan terdakwa tidak akan melaksanakan hukuman badan atau masuk penjara, cukup dengan didenda dan lucunya dendanya secara diam-diam dibayarnya dari kantongnya sendiri, terkadang pinjam dari bendahari pengadilan”

Membaca itu, sungguh  tingginya mutu “ijtihat” atau preseden hukum yang dilakoni Amir Hamzah. Saya  percaya itu berawal dari hatinya yang mulia dan perkataannya yang selalu lemah lembut (ungkapan Saidi Hoesny, kawan kecil Kubusu).

Amir Hamzah.[Ist]
Amir Hamzah.[Ist]
Sikap itu idemditto  teori hukum pidana komtemporer  yang tak lagi terlalu mempercayai penjara bisa mengubah penjahat. Phil Dickens tak percaya lagi sama lembaga penjara. Menurutnya, bohong jika penjara bisa mengubah kejahatan orang.

Pakar  hukum pidana Barda Nawawi Arief mengemukakan, pidana penjara membawa pengaruh lebih jahat, sehingga sering dikatakan bahwa rumah penjara adalah perguruan tinggi kejahatan atau pabrik kejahatan. Richard Posner melihat tidak efektif pidana penjara  dari segi ekonomi.  Biaya sosial pidana penjara lebih besar.

Tatkala Belanda memberlakukan peraturan membayar rodi (pajak paksa) kepada rakyat sebesar 6 (enam) perak atau setara satu goni besar dalam setahun,  Amir Hamzah  diam-diam melunasi pajak paksa rakyat Langkat Hulu. Seluruhnya dibayar dari gajinya.

Tak ada rakyat Langkat Hulu yang dilaporkan abai membayar pajak paksa itu. “Rakyatnya tak tahu pajak rodinya dilunaskan selama ini (oleh) Tengku Amir”, tulis Djohar Arifin lagi. Kisah ini, persis seperti Umar bin Khattab, yang memikul sendiri bahan makanan untuk umat yang kelaparan.

Setelah Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan, pada 29 Oktober 1945 Tengku Amir Hamzah diangkat menjadi Wakil Pemerintah RI untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai. Pemerintah pusat tak ada keberatan karena sudah begitu mengetahui reputasi dan nasionalisme Amir Hamzah.

Amir Hamzah  yang lahir 28 Februari 1911 itu telah kembali keharibaan-NYA. Andai Amir Hamzah bisa lebih lama hidup, dan sempat mengajarkan cita rasa dan cara berbahasa jiwa ke dalam ilmu dan praktik hukum lebih leluasa, menerapkan susastra dalam naskah-naskah litigasi yang kerontang rasa, mungkin budaya hukum Indonesia menjadi indah berwarna.

Tak berlebihan, andai para advokat tak cuma licin sebagai pembela hukum, lihai dalam mengatur kata, namun dengan kalam tulisannya, dengan teks pasal dan ayat hukumnya,  menjadi pengguna bahasa yang tertib, santun dan bertenaga.

Menyumbangkan kemajuan bahasa Indonesia. Karya merekapun  kuat bertenaga mengisi  komposisi susastra. Lebih dari itu, mewarnai bahasa hukum menjadi makin warna-warni, bak setengah melingkar benang raja.

Penulis: Muhammad Joni [Advokat di Jakarta – Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia]

Share
Leave a comment