Pemimpin itu Pemikir
TRANSINDONESIA.CO – “Kalau saya ikut memikirkan lalu siapa yang memimpin?”, Dalih seperti ini sering ditunjukan sikap bahwa pemimpin tidak perlu ikut memikirkan, cukup memerintah, mendelegasikan dan mengoreksi.
Model dan gaya pemimpin seperti ini dapat dipastikan menjadi benalu birokrasi. Tatkala ditelusuri sampai dapat menjadi pemimpin dapat ditunjukan ada proses-proses pendekatan personal dan merupakan orang-orang produk hutang budi.
Pemimpin yang anti memikir dan kalau memikirkan praktis-praktis, sangat dangkal dan sederhana. Ini petaka buat institusi.
Karena tidak akan mampu memajukan, can not doing anything, isinya marah dan merintah belum lagi serakah atau galak maupun cluthak.
Pemimpin yang dibutuhkan di era digital adalah pemimpin-pemimpin yang transformasional, yang mampu mentransferkan ilmu dan pemikirannya kepada anak buah.
Pemimpin itu guru, inspirator, motivator, konsultan, sekaligus fighter (pemberani). Pemimpin yang tidak mampu berpikir maka ia akan menjadi ekor dan tindakannya cenderung sebatas reaktif dan temporer saja.
Tak jarang malah mengedepankan sikap dan cara-cara anarkis. Pendekatan personal, pendekatan uang dipuja dan diagungkan sebagai penukar otaknya.
Yang dihasilkan adalah orang-orang yang licik, penuh dengan iri dengki, krooni-kroni, klik-klikan dan selalu tergantung pada jabatan dan kekuasaan karena uang sudah meracuni dan melumpuhkan otak maupun hatinya.
Para pemimpin yang transformasional akan memberikan:
- Ide-ide baru yang visioner untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu, siap dimasa kini dan mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik.
- Mampu memberdayakan sumber daya yang ada secara kreatif dan inovatif.
- Mampu memotivasi, memberi solusi dan menjadi konsultan.
- Mampu menjadi guru dalam mentransformasikan keahlian pada anak buahnya.
- Berani untuk memperjuangkan kebaikan dan kebenaran serta seorang fighter untuk mendobrak status quo dan kelompok-kelompok comfort zone.
Dengan demikian apa yang dikerjakan mampu dipertanggung jawabkan secara, administrasi, hukum, sosial (kemanfaatan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakatdsb), moral untuk menunjukan kebenaran yang diperjuangkan bukan demi kekuasaan juga bukan demi uang.[CDL-11022016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana