Rebutan Kantor PPP, Dua Kubu di Medan Bentrok
TRANSINDONESIA.CO – Kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dari kubu Djan Faridz dan kubu Romahurmuziy terlibat saling lempar kursi di Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Kota Medan, Jalan Sekip Baru Nomor 44, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (18/1/2016).
Aksi saling lempar kursi itu terjadi saat Ketua DPC PPP Medan kubu Djan Faridz, Yuni Piliang, hendak menduduki kantor DPC PPP Kota Medan, yang masih dikuasai Ketua DPC PPP Medan kubu Romahurmuziy, Adjasahri.
Menurut Yuni Piliang, pasca dicabutnya SK Kemenkumham oleh Mahkamah Agung, maka kepengurusan PPP Romahurmuziy sudah menjadi tidak sah. Sehingga, merekalah yang berhak atas pengurusan kantor tersebut.
“Atas dasar hukum yang telah inkrah, kami yang berhak atas kantor ini. Kalau kalian merasa tidak puas, mari kita sama-sama keluar dari kantor ini, dan menetapkan status kantor stagnan, sampai ada SK Baru dari Kemenkumham,” tegas Yuni.
Pernyataan Yuni yang ingin menduduki kantor dan mengusir kader PPP versi kepengurusan Adjasahri, membuat sejumlah kader PPP pendukung Adjasahri berang. Mereka lalu melempar kursi ke arah kubu DPC PPP yang dipimpin Yuni, yang kemudian juga membalas dengan lemparan kursi dari kubu Yuni.
“Saya kader PPP. Mana SK kamu (Yuni Piliang). Kalau ada yang tidak senang, perang. Saya sudah tiga puluh tahun di PPP mau kau Usir. Kau masih anak kemarin sore,” ujar salah seorang kader yang tak ingin menyebutkan namanya itu.
Aksi saling lempar kursi itu sendiri bisa berakhir setelah kedua Ketua DPC melerai masing-masing kader mereka.
Ketua DPC PPP Medan versi Romahurmuziy, Adjasahri mengaku, tidak akan membiarkan kubu Yuni merebut kantor tersebut. Karena kepengurusan Yuni juga belum memiliki kekuatan hukum.
“Kita enggak ngerti hukum yang mana yang dia bacakan. Sebagai orang partai, harusnya dia paham, kepengurusan partai itu ditetapkan berdasarkan surat keputusan Menkumham. SK kepengurusan Djan Faridz kan juga belum ada. Jadi siapa dia mengaku sebagai Ketua,” ujar Adjasahri.
“Kalau berdasarkan keputusan MA yang dianulirkan hasil muktamar Surabaya. Artinya kepengurusan PPP kembali ke kepengurusan hasil Muktamar Bandung yang berakhir Juli 2016, dan itu kepengurusan kami. Jadi dia jangan seenaknya. Kalau mau disini seharian untuk silaturahmi silahkan. Tapi kalau untuk menduduki, ya enggak boleh,” tandasnya.(Okz/Don)