TRANSINDONESIA.CO – Konflik gajah dan harimau serta binatang lainnya yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional Teso Nilo (TNTN) dengan masyarakat yang berbatasan lansung dengan Kawasan TNTN sepertinya tidak akan berakhir. Pasalnya, Proyek parit gajah sebagai tapal batas antara keduanya kini terhenti tampa ada kepastian.
Pada tahun 2013 Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan telah memulai proyek pembuatan Parit gajah sepanjang 5 KM dan pada tahun 2014 ditambah 5 KM lagi dengan ukuran parit gajah itu dalam 3 Meter dan lebar 4 Meter, ada pun tujuannya pembangunan parit gajah itu untuk mengantisipasi agar kawanan gajah liar dan harimau sumatera tidak keluar dari kawasan TNTN dan memasuki pemukiman penduduk yang berbatasan lansung dengan TNTN tersebut.
Selama ini terjadinya konflik antara gajah liar dan harimau sumatera dengan manusia di sebabkan oleh areal tempat gajah liar mencari makan di kawasan TNTN beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit milik warga, hal itu di karenakan tidak jelaskan tapal batas kawasan TNTN dengan Warga.
Tidak hanya itu, fungsi utama parit gajah itu di buat sebagai tapal batas antara kawasan TNTN dengan warga sekitar, hingga saat ini tapal batas antara warga dengan Kawasan TNTN masih tidak jelas, menurut Balai TNTN warga masih banyak mengusai kawasan TNTN.
“Saat ini hutan kawasan TNTN telah banyak beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, hal itu di karenakan tapal batas kita dengan warga belum jelas, makanya penting sekali di bangun parit gajah di kawasan TNTN,” kata Humas Balai TNTN Pelalawan, Riau, Didin Hartoyo, Selasa (3/11/2015).
“Pernah pada tahun 2013 dan 2014 kita membuat parit gajah sepanjang 10 KM, namun untuk tahun 2015 ini tidak ada lagi di anggarkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Dan hingga kini masih ada 130 KM lagi sisa nya parit gajah yang perlu kita selesaikan.” papar Didin.(Sbr)