Anthek

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Pada zaman penjajahan dikenal ada istilah anthek Belanda, yang dimaknai sebagai mata-mata dengan tega menghianati terhadap bangsanya menjual informasi dan rela mengorbankan harga dirinya menjadi cantrik Belanda demi kenikmatan diri dan kelompoknya.

Pada zaman kemerdekaan masihkah anthek ini ada, tumbuh dan berkembang? di era sekarangpun anthek menjadi idaman bahkan ditumbuh kembangkan. Tega menghianati bangsa, rakyatnya demi kenikmatan-kenikmatan pribadi maupun kroninya dengan cara memeras, mengeksploitasi sumber daya yang ada maupun dengan cara-cara KKN.

Para anthek ini mengembangkan cara-cara mafia dalam menguasai, mengeksploitasi sumber daya.

Kekuasaan dan penguasaan sebagai alat untuk menghamtam bahkan mematikan lawan-lawannya.

Para anthek biasanya bermentaln babu yang mengedepankan dan menonjolkan sikap ngolor, ngawulo dan tidak peka serta tidak peduli pada kemanusiaan, kesusahan rakyat atau rusaknya harkat martabat manusia.

Lingkungan rusak dan system-sistem dipenuhi dengan pola-pola KKN dilanggengkan.

Para anthek ini hanya mampu menjadi ekor dan menjilat ndoro top markotop. Yang penting senang, menang, tidak peduli orang susah karenanya.

Tidak visioner bahkan hanya kepentingan sesaat. Yang dikembangkan cara-cara hedonis dan diperbudak dengan uang.

Semua dilibas, disedot habis. Tiada keunggulan dan bangga menjadi selang atau menjadi backing berbagai hal illegal dan kontra produktif.

Hidup dan kehidupan dikuasai dengan hal-hal duniawi. Sungkem ke atas, membabat ke samping dan menginjak ke bawah.

Anthek-anthek ini merupakan produk hutang budi yang merasa kanugrahan dijadikan selang dan alat sedot saja.

Sadar atau tidak, ini merupakan pembusukan dari dalam. Tatkala pola-pola anthek ini menjadi ikon atau simbol kesuksesan, keberhasilan, cepat atau lambat akan menghancurkan.

Mereka akan menjadi benalu dan terus menerus menggerogoti serta mengeksploitasi rakyatnya. Tanpa rasa bersalah dan malahan membangga-banggakan berbagai perkeliruanya.

Anthek ini ikon dari kebusukan dan buruknya mental serta menjadi tabiat buruk yang mestinya tidak boleh terjadi.(CDL-Jkt171015)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share