Eling Ora Lali Jiwo

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – “Sageda sabar santosa.Mati sajroning urip. Kalis ing reh haru hara.Tarlen meleng malatsih.Sanityasing tyas mamatuh. Badharing sapudhendha. Antuk mayar sawatawis.Borong angga suwarga mesti martaya”.

Upayakan menjadi sabar sentosa. Mati di dalam hidup.Terbebas dari bencana. Angkara murka menyingkir. Dengan hening memohon belaskasih.Melatih hati selalu untuk mengurungkan siksa memperoleh keringanan. Berserah diri memohon surga keabadian.

Eling yang bermakna ingat sadar, waras yang berarti juga tidak gila (lali). Ingat, sadar akan tugas dan tanggungjawab akan kebenaran, keadilan, kemanusiaan, keindahan yang terwujud dalam hidup dan kehidupan umat manusia.

Manusia sebagai mahkluk sosial yang berbudaya. “Kultur adalah sebentuk dari kesungguhan atau keseriusan hidup.Tanpa kebenaran dan kejujuran kultur akan hanya akan menjadi dekorasi belaka “(nietzsche).

Waktu berada diluar kekuasaan manusia. Dihadapan waktu yang panjangnya tak terbatas, manusia hanyalah setitik umur. Manusia sirna dari sejarah kesejarahnya, sementra waktu terus hidup mengatasi sejarah.

Waktu adalah keabadian, sementara manusia hanyalah kesementaraan. “Amenangi jaman edan. Ewuh aya ing pambudi. Melu edan nora tahan. Yen tan melu nglakoni .Boya keduman melik. Kaliren wekasanipun”.

“Dilalah karsa Allah begja-begjane kang lali.Luwih begja kang eling lan waspada” (Serat kalatidha).

Sekarang sedang mengalami jaman gila. Lupa akan keluhuran budi. Ikut gila tidak tahan, kalau tidak ikut gila tidak kebagian apa-apa, dan sengsara hidupnya. Sudah menjadi takdir Tuhan seberuntungnya orang yang gila, masih lebih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada.

Kekuasaan dan kewenangan merupakan sumber daya untuk menguasai dan mendominasi pengeksplotasian dan pemberdayaannya.

Untuk mendapatkan kekuasaan dan kewenangan diperebutkan. Yang membuat manusia lali jiwo (edan/gila) semua menjadi atau dijdkan uang yang berdampak pada kesengsaraan.(CDL-Jkt161015)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share