Adakah Bisma di Era Ini?

Perang Barata Yuda
Perang Barata Yuda

TRANSINDONESIA.CO – Bisma, satria perkasa berbudi luhur, bijaksana, sakti mandraguna yang rela berkorban dengan segala kesadaran dan tanggung jawab. Rela tidak menjadi Raja Hastina Pura yang menjadi haknya diberikan kepada adik-adik tirinya.

Bahkan sampai Citragada dan Wicitra Wirya meninggal apa yang diajukan Dewi Setyawati ibu tirinya Dewi Setyawati, Bisma masih merelakan dan memberikan tahtanya kepada Abiyasa yang juga bukan keturunan Prabu Sentanu.

Bisma bersumpah wadat atau hidup selibat agar anak turunanya tidak memperebutkan tahta Hastina.

Pengorbanan-pengorbanan sang Resi Bisma sangat luar biasa dan cerminan budi pekerti, ilmu, kesaktian dan kebijaksanaanya bukan untuk kekuasaan dan penguasaan.

Bisma hingga ajalnya karena amarah dan dendam Dewi Amba yang merasuk dalam diri Srikandi pada perang Barata Yuda ia terima sebagai sebuah pengabdian dan penuntasan tugas seorang ksatria.

Di zaman edan ini, jabatan kekuasaan harta, tahta, wanita diperebutkan bahkan dipertontonkan tanpa malu bahkan dijdikan sebuah pameran ketololan.

Belum menjadi sudah mempertentangkan, timbul pertumpahan darah dan memakan korban. Janji-janji hanya bualan belaka. Sumpah atau disupahi tak beda dengan kata sampah yang mewujud dalam sumpah serapah.

Siapa sang Bisma di era digital sekarang ini? Siapa Ksatria bangsa yang rela berkorban?. Zaman kerajaan hak kekuasaan atas keturunanpun berani ia sangkal dalam sumpah sucinya. Apalagi di zaman rebutan serba saling pamer loba dan kejumawaan.

Pamer backing dan prewangan yang sebenarnya mereka tak beda dengan yang diprewangi. Rebutan, saling rebutan, sikut menyikut, bully membully dan saling cela mencela.

Di era ini bangsa kita perlu watak Satria Bisma untuk mampu mengalahkan amarah, iri dengki, ketamakan, kejumawaan, dan sifat-sifat keduniawian yang semakin membahana. .(CDL-Jkt190515)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share