TRANSINDOENSIACO – Kehormatan, kepercayaan, dukungan, penerimaan serta image salah satunya dibangun dari wibawa.
Kewibawaan ini bukan apa yang selalu dibawa pemimpin, melainkan kharisma seorang pemimpin.
Pemimpin yang berkharisma, disegani, dinanti, didengar bahkan dirindukan serta sangat dipercaya untuk memberikan solusi, menunjukan hal yang baru, menguatkan dan memberdayakan, menjembatani, menyadarkan, menginspirasi, mendorong orang lain berbuat baik bahkan dapat menghibur.
Pemimpin yang ingah-ingih (tidak berwibawa/ragu-ragu/lamban) biasanya diabaikan bahkan, tidak dianggap penting dan tidak pula diperhitungkan.
Ide cerdas, terobosan baru sang pemimpin menjadi kewibawaannya. Sikap dan perilakunyapun cerminan budi pekerti.
Pemimpin-pemimpin produk hutang budi tidak akan berwibawa, ia akan terus mengekor, tidak mandiri dan mencari selamatnya sendiri.
Takut mandiri dan selalu mencari prewangan-prewangan sebagai penopang.
Pemimpin yang berwibawa membuat tenang yang dipimpinnya. Memberi harapan dan mampu mewujudkan mimpi-mimpinya menjadi kenyataan.
Pemimpin menjadi nahkoda, dirigen, motivator, ayah, mentor, dan sekaligus dokter.
Disinilah dinyatakan dan dikatakan pemimpin itu membawa amanah.
Tatkala pemimpin hanya mencintai jabatanya dan tidak menyadari atau memahami amanahnya maka, ia akan banyak seremonial dan memamerkan sikap-sikap otoriter, hedon dan terus membangun kerajaan-kerajaan untuk pendudukan dan penguasaan sumber daya.
Pemimpin bagai senopati dan menjadi batu penjuru untuk terus hidup, tumbuh dan berkembangnya apa yang dipimpinya.
Kewibaanya menjadi kelembutan bagi bawahan dan kekuatan bagi spirit profesionalismenya.
Kewibawaan sang pemimpin yang besar membuat nyali berlipat-lipat bahkan mampu memenangkan pertempuran sebelum perang. (CDL-Jkt280415)
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana