“Greng”

Ilustrasi
Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Meminjam istilah pelukis Widayat “greng” diartikan sebagai getaran jiwa atau resonansi dawai-dawai hati yang membuat sesuatu menjadi bermakna, atau memiliki passion yang mampu tertangkap hati dan menjadi istimewa.

Bagi aparatur penyelenggara negara “Greng” adalah kemanusiaan yang mampu mengangkat harkat dan martabat manusia.

Membuat aparatur memiliki “Greng” diperlukan pekerja-pekerja yang mencintai,bangga aan tugas atau/pekerjaannya.

Membuat rasa “Greng” dalam suatu pekerjaan atau profesi merupakan perjuangan.Karena timbul dari suatu kesadaran bahwa suatu profesi bukan pokoknya tugas atau yang penting tugas.

Melainkan pekerjaan merupakan path/the way of live yang bukan hanya dimengerti tetapi dipahami. Bukan semata dikerjakan tetapi dicintai. Karena bekerja dengan hati akan ada rasa memiliki, rasa bertanggungjawab, rasa kebanggaan dan penuh dengan kesadaran untuk selalu menumbuh kembangkan.

Melakukan pekerjaan bukan semata-mata uang dan uang, tetapi ada sisi kemanusiaan yang tersirat dan tersurat dari apa yang kita kerjakan.

Bekerja dengan hati akan membawa suatu pekerjaan mempunyai arti bagi hidup dan kehidupan.

Ketika tanpa hati, disitulah terasa adanya kekeringan yang menyebabkan kematian. Mati dalam arti tidak lagi mempunyai spirit humaniora dan tidak lagi memberikan suatu inspirasi bagi khidupan-kehidupan yang lainya.

Itu semua produk dari pendidiikan. ketka pendidikan yang dibangun dengan ala pendoktrinan: siap grak,iistirahat ditempat grak, maka yang terjadi adalah keseargaman berpikir.

Tak ada lagi kebanggaan, selalu saja terseret arus mind stream, mengekor dan tidak inspratif mungkin malah mendongkolkan.

Pendidikan adalah wadah yang membahagiakan tempat berkrasi dan berekspresi sehingga kita mampu memperbaiki produk berkualitas prima, karena menemukan karakternya.

Lemmbaga-lembaga pendidikan dibangun atas dasar kesadaran,tanggungjawab dan displin sebagai nilai-nilai kebanggaan yang ditanamkan dalam hati sanubari.

Tatkala kesadaran ini telah menjadi habitus (kesadaran praktis) maka tanggung jawab dan disiplin menjadi kebiasaan, tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Selain itu juga akan mencintai dan bangga akan pekerjaanya.(CDL-Jkt140415)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share