TRANSINDONESIA.CO – Mahkamah Agung memutuskan pengajuan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) untuk perkara pidana hanya bisa dilakukan 2 kali. Meski demikian, MA belum memutuskan instrumen apa yang akan digunakan untuk mengatur ketentuan tersebut, apakah peraturan MA dan surat edaran MA.
Hakim Agung Gayus Lumbuun, mengungkapkan, kesepakatan upaya hukum PK hanya boleh dua kali telah diputuskan dalam rapat pleno kamar pidana di Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Hanyasaja, belum ada kesepakatan di antara para hakim agung apakah ketentuan itu dibuat dalam bentuk aturan yang mengikat internal MA (surat edaran MA/sema) atau aturan yang mengikat secara umum dalam peraturan MA (perma).
“MA harus segera memastikan hal ini dengan menerbitkan perma. Perma itu berlaku sampai ada undang-undang (UU) yang dibuat pemerintah dan DPR yang mengatur kekosongan hukum tersebut,” terang Gayus.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 membatalkan Pasal 268 Ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mengatur PK hanya dapat diajukan satu kali. Dengan putusan itu, PK bisa diajukan berkali-kali.
Putusan tersebut mengabulkan permohonan Antasari Azhar, terpidana 18 tahun penjara atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Mengacu Pasal 7 dan 8 UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, lanjut Gayus, MA selaku lembaga negara punya kompetensi dan kewenangan membuat peraturan untuk mengisi kekosongan hukum. Sama halnya dengan Presiden yang bisa mengeluarkan peraturan presiden, MA pun berwenang mengeluarkan perma. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 79 UU Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan MA bisa menerbitkan peraturan untuk mengisi kurang lengkapnya ketentuan UU demi kelancaran peradilan.(met)