e-Policing: Harapan atau Ancaman?

Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana.(ist)
Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana.(ist)

TRANSINDONESIA.CO – e-Policing adalah pemolisian secara elektronik yang dapat diartikan sebagai pemolisian secara online, sehingga hubungan antara polisi dengan masyarakat bisa terjalin dalam 24 jam sehari dan 7 jam semnggu tanpa batas ruang tambah waktu untk selalu dapat saling berbagi informasi dan melakukan komunikasi.

Bisa juga dipahami, membawa community policing pada sistem on line. Dengan demikian e-Policiing ini merupakan model pemolisian diera digital yang berupaya menerobos sekat-sekat ruang tambah waktu sehingga pelayanan-pelayan kepolisian dapat terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel informatif dan mudah diakses.

e-Policing bisa menjadi strategi inisiatif anti korupsi, reformasi birokrasi creative break through.

Dikatakan sebagai inisiatif antikorupsi karena memanimalisir bertemunya person to person dalam pelayanan-pelayan kepolisian dibidang administrasi karena sudah dapat digantikan secara on line melalui e-banking, atau melalui eri (electronic regident) dan sebagai reformasi birokrasi karena dapat menerobos sekat-sekat birokrasi yang rumit mampu menembus ruang dan waktu.

Misalnya, tentang pelayanan informasi tambah komunikasi melalui internet, dan hubungan tata cara kerja dalam birokrasi dapat diseenggarakan secara langsung dengan SMK (Standar Manajemen Kinerja) yang dibuat melalui intranet/ internet juga sehingga menjadi less paper dan sebagainya.

Dikatakan sebaga bagian creative break through, mealui e-Policing banyak program dan berbagai inovasi tambah kreasi dalam pemolisian yang dapat dikembangkan masanya pada sistem-sistem pelayanan SIM, Samsat , atau juga dalam TMC baik melalui media eektronik, cetak maupun media sosia bahkan secara langsung sekaligus.

e-P olicing bukan berarti menghapus cara-cara manual yang masih efektif dan efisien dalam menjalin kedekatan ditambah persahabatan antara Polisi dengan masyarakat yang dillayaninya.

e-Policing akan menyempurnakan dan meningkatkan, sehingga polisi benar-benar menjadi sosok yang profesional, cerdas, bermoral dan modern sebagai penjaga kehidupan, pembangunan peradaban sekaligus pejuang kemanuasiaan.

e-Poolicing dapat dipahami sebagai penyelenggaraan tugas kepolisian erbasis elektronik, yang berarti membangun sistem-sistem yang terpadu, terintegrasi, sistematis dan saling mendukung. Ada harmonisasi antar fungsi/bagian dalam mewujudkan ditambah memelihara keamanan dan rasa aman dalam masyarakat.

Pemolisian tersebut dapat dikatakan memenuhi standar pelayanan prima, yang berarti: cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatf dan mudah diakses.

Pelayanan prima dapat diwujudkan melalui dukungan SDM yang berkarakter, pemimpin-pemimpin yang transformatif, sistem-sistem yang berbasis IT, dan melalui program-program unggulan dalam memberikan pelayanan, perlindungan, pengayoman bahkan sampai dengan penegakkan hukumnya.

Pembahasan e-Policing dapat dikategorikan dalam konteks : 1. Kepemimpinan, 2. Admnistrasi, 3. Operasional, 4. Capacity building (pembangunan capacitas bagi insttusi).

Unsur-unsur pendukung dalam membangun e-Policing adalah sebagai berikut:

1. Komitmen moral

2. Kepemimpinan yang transformatif

3. Infrastruktur (hard ware + soft ware ) sebagai pusat data, informasi, komunikasi, kontrol, koordinasi, komando dan pengendalian.

4. Jaringan untuk komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi (K3I) melalui IT dan untuk kontrol situasi.

5. Petugas-petugas polisi berkarakter (mempunyai kompetensi, komitmen dan unggulan) untuk mengawali berbasis wilayah, menangani kepentingan dan dampak masalah.

6. Program-program unggulan untuk dioperasionalkan baik yang bersifat rutin, khusus maupun kontijensi, (tingkat manajemen maupun operasionalnya).

7. Tim transformasi sebagai tim kendalli mutu, tim back-up yang menampung ide-ide dari bawah (bottom up) untuk dijadikan kebijakan maupun penjabaran kebijakan-kebijakan dari atas (top down). Tim ini sebagai dirigen untuk terwujudnya harmonisasi dalam dan diluar birokrasi. Dan melakukan  montoring dan evaluasi atas program-program yang diimplementasikan maupun menghasikan program-program baru.

8. Selalu ada produk-produk kreatif sebagai wujud dari  pengembangan untuk update, upgrade dan mengantisipasidinamika perubahan sosial yang begitu cepat.

Antara Harapan dan Ancamn

Diera digital e-Policing merupakan kebutuhan bagi insttusi kepolisian untuk dapat terus hidup tumbuh dan berkembang dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang modern dan demokratis dalam rangka mewujudkan serta memelihara keteraturan sosial.

Penerapan ilmu pengetahuan, teknologi akan menjadi tools bagi pemolisian yang mendasari perubahan paradigma niilai-nilaihakiki bagi polisi dan pemolisianya.

Dengan membangun sistem akan menjadi suatu harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntable, informatif serta mudah dakses.

Ide-ide kreatif bagi para petugas polisi-pun dapat disalurkan tanpa terhambat/terbentur dari sistem-sistem brokrasi yang feodal+konvensional.

Sistem-sistem dengan IT akan menunjukan adanya kemauan dan kerelaan para pejabat+pemimpinnya untuk kehilangan previlagenya dan dengan suara lantang berani mengatakan sebagai inisiatif antikorupsi, reformasi birokrasi sekaligus cretaive breakthrough.

Hal-hal baru, ide-ide baru akan juga berbenturan dengan kelompok-kelompok status quo, kelompok-kelompok comfot zone.

Mereka yang sudah menikmati dan mengakar bertahun tahun akan merasa tentakel-tentakelnya dipatahkan atau kran-krannya mulai mengecil.

Kelompok-kelompok ini sebenarnya penganut premanisme birokrasi yang dalam, sudah terbeenggu otak dan pemikiranya bahkan mati sudah hati nuraninya.

Mereka bukanlah batu “kerikil”, melainkan “sang naga” yang sangat sakti karena memilih kekuasaan besar, pangkat tinggi, jabatan strategis, kewenangan luas, uang berlimpah, jejaring disemua lini, media, massa pendukung cantrik-cantrik yang semua dimiikinya secara berlimpah.

Jangankan melawan, menggosipkan “sang nanga” dan kelompoknyapun bisa mati atau dimatikan hidup dan kehidupanya.

e-Policing akan menjadi awal kematian “sang naga”, sang naga ini hanya ibarat lampu yang butuh power tatkala power ini tercabut atau disekat oleh e-Policing.

Maka akan mulai berkerut dan keringlang “sang naga” itu.

Namun, tak mudah menghadapi naga yang sekarat, pasti dia akan ngawur menggelepar-gelepar dimana dia mau dan dia bisa untuk mencari korban atau melampiaskan kemarahan dendam dan sakit hatinya.(CDL-Juli 2014)

Penulis adalah: Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana

Share