
TRANSINDONESIA.CO – Penyidik Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam mengusut keterlibatan Bupati Leonard Haningmasih masih mengumpulkan keterangan dari saksi tambahan terkait kasus korupsi hibah tanah Pemerintah Kabupaten Rote Ndao pada 2011.
“Masih harus menambah lagi keterangan saksi-saksi untuk membuktikan apakah klaim Bupati Rote Ndao Leonard Haning tidak mengetahui mekanisme hibah tanah seluas 10 hektare di RT01/RW01 Dusun Sasonggodae, Desa Holoama, Kecamatan Lobalain yang diduga merugikan negara Rp229,1 juta itu benar atau tidak,” kataA sisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Gaspar Kase di Kupang, Kamis (14/8/2014).
Tambahan keterangan saksi itu sekaligus untuk menguji klarifikasi Bupati Haning kepada publik meskipun dirinya telah ditetapkan bersama Ketua DPRD Rote Ndao, Cornelis Feoh sebagai tersangka oleh kejaksaan Negeri Ba’a belum lama ini setelah kasus itu digelar di Kejaksaan Agung.
Sebelumnya Bupati Haning mengklarifikasi pemberitaan media bahwa persoalan hibah tanah ini berawal dari adanya kesepakatan kerja sama yang ditandatangani Kabag Tata Pemerintahan Setda Rote Ndao, Christian Bire dan Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Yohanis Suki di ruang kerja Sekda Rote Ndao dengan mengetahui Sekda Rote Ndao ketika itu yang dijabat oleh Agustinus Orageru.
Padahal sesuai aturan, Agustinus Orageru dalam kapasitasnya sebagai Sekda Kabupaten Rote Ndao ketika itu tidak memiliki kewenangan untuk membuat kerja sama dengan pihak manapun.
Apalagi Bupati Haning mengklaim bahwa hingga Senin 4 Agustus 2014 dirinya tidak mengetahui dengan pasti telah ditetapkan sebagai tersangka. Status tersangka dirinya diketahui melalui pemberitaan di berbagai mass media sehingga dirinya kemudian mengumpulkan wakil bupati, Sekda saat ini dan staf lainnya untuk membuat kajian terhadap masalah ini.
Bupati Haning mengaku, memilih diam setelah ditetapkan sebagai tersangka karena dirinya menyadari bahwa dipundaknya juga termuat kapasitasnya sebagai seorang bapak bagi 123 ribu lebih jiwa masyarakat Kabupaten Rote Ndao.
Namun fakta sesungguhnya harus disampaikan kepada masyarakat NTT dan masyarakat Indonesia umumnya melalui media massa supaya menjadi terang.
Menurut Aspidsus Kase, penyidik tidak ingin terpancing dengan klarifikasi dan ataupun klaim dari tersangka karena merupakan haknya untuk memberikan jawaban terhadap pemberitaan media dan penyidik berpatok pada mekanisme yang telah ditetapkan dalam undang-undang dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga ke pelimpahan berkas ke peuntut umum.
Sementara terkait dengan kelanjutan kasus korupsi proyek peningkatan jalan Bokong-Lelogama paket III TA 2007 di Dinas Kimpraswil NTT (saat itu) yang telah menjebloskan terpidana Ir. M. Ali Arifin, M.Si dengan hukuman tiga tahun penjara, tetap berjalan sesuai mekanisme.
Terpidana dalam kasus itu yang juga Mantan Kepala Subdinas Bina Marga Dinas Kimpraswil NTT telah dijebloskan ke penjara Lembaga Pemasyarakatan Penfui Kupang Nusa Tenggara Timur setelah dieksekusi jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Kupang, Kamis (7/8/2014).
“Eksekusi setelah tenggat waktu tujuh tahun lebih itu dilakukan setelah JPU Kejari Kupang menerima salinan putusan kasasi Makamah Agung yang memvonis terdakwa M Ali Arifin dengan hukuman tiga tahun penjara,” katanya.
Ia mengatakan untuk lebih jelasnya silakan wartawan menghubungi langsung Kajari Kupang atau Kasi Pidsus Kejari Kupang, L Tedjo Sunarno yang menangani langsung kasus itu.(ant/sun)