Pemerintah Evaluasi Freeport Tiap 6 Bulan

freeport-minta-keringan-bea-eksporPT.Freeport Indonesia.

TRANSINDONESIA.CO – Pemerintah akan mengevaluasi setiap enam bulan perkembangan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia.

Langkah tersebut setelah perusahaan tembaga dan emas di Papua ini menyetujui enam poin dalam renegosiasi dengan pemerintah. Kesepakatan Freeport ini disaksikan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, R Sukhyar dan Presiden Direktur Freeport Indonesia, Rozik B Soetjipto.

Sesuai renegosiasi kontrak tawaran pemerintah, terdapat enam poin yang perlu disepakati Freeport. Enam poin renegosiasi itu ialah pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter), luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.

Sukhyar mengatakan dalam mencapai kesepakatan renegosiasi, revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memberikan kemudahan bagi pelaku usaha tambang membangun smelter perlu terbit. Revisi PMK terkait besaran Bea Keluar ini pun kini telah keluar.

“Menurut PMK ada dana jaminan yang perlu diberikan. Dana jaminan ini akan dikembalikan sesuai progres pembangunan smelter,” ujar Sukhyar di Jakarta, Jumat (25/7/2014).

Sesuai dengan jumlah dana jaminan yang diberikan, Freeport menggelontorkan dana sebesar US$115 juta atau 5% dari total investasi pembangunan smelter. Dengan demikian Bea Keluar (BK) ekspor olahan mineral yang wajib dibayarkan perusahaan asal Amerika Serikat itu sebesar 7,5%.

“Dia kan menaruh uang $115 juta. Menurut PMK jaminan kesungguhan itu dianggap sebagi progres. Karena baru 5% dia bayar BK 7,5%,” kata Sukhyar.

Sukhyar menjelaskan, penentuan besaran BK akan dievaluasi setiap enam bulan sekali. Dari hasil evaluasi ini pemerintah memperhatikan kelanjutan progres pembangunan smelter Freeport.

“Di penghujung enam bulan dievaluasi. Jadi kalau kemajuan serapan dana investasi capai 0%-7,5%, dia membayar BK 7,5%. Kalau dia sudah realisasikan 7,5%-30% dia bayar BK 5%, kalau serapan lebih dari 30% dia bayar 0%,” tuturnya.

Dalam evaluasi ini, pemerintah tetap memberikan batas waktu agar progres smelter bisa terus berkelanjutan. Jika dalam setiap enam bulan progres pembangunan smelter tak berjalan, maka pemerintah berhak menghentikan ekspor olahan mineral Freeport.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 1/2014, pemerintah memberi batas waktu ekspor olahan mineral hanya berlaku sampai akhir 2017. Dalam batas waktu, itu maka Freeport wajib menyelesaikan pembangun smelter di 2017.(ini/met)

Share