TRANSINDONESIA.CO – Konsekuensi mencalonkan diri sebagai capres, Joko Widodo dituntut untuk mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Tidak tanggung-tanggung, kali ini desakan itu datang melalui pengajuan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebelumnya, tuntutan mundur mengalir dari kalangan warga Jakarta.
“Kami yang mengajukan uji materi ke MK. Substansinya, langkah Jokowi maju menjadi capres tapi tidak mundur jabatan Gubernur DKI menyalahi prinsip kesamaan di hadapan hukum dan pemerintahan,” kata kuasa hukum pemohon, AH Wakil Kamal, Rabu (18/6/2014)
Permohonan uji materi mengenai ketentuan Pasal 6 ayat (1), Penjelasan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Pasal-pasal tersebut berkaitan dengan syarat pencalonan presiden yang wajib mundur dari jabatan gubernur yang diajukan oleh Yonas Risakotta dan Baiq Oktavianty. Di MK, pengajuan ini tercatat pada Perkara Konstitusi Nomor 52/PUU-XII/2014.
“Pasal 6 menyebutkan pejabat negara seperti ketua MA, MK, BPK, KPK dan lain-lain harus mundur jika menjadi capres-cawapres. Istilahnya, jabatan mereka itu jamak, yang bisa digantikan oleh koleganya tapi tetap diwajibkan mundur,” ucap Kamal.
Sedangkan di pasal 7, gubernur boleh cuti alias tidak perlu mundur. Padahal jabatan gubernur itu tunggal walaupun sekarang ada Plt Gubernur DKI.
“Inilah yang menunjukkan tidak dipenuhinya kesamaan di hadapan hukum dan pemerintahan,” tegasnya.
Sikap Jokowi yang enggan mundur juga menunjukkan dirinya bukan seorang negarawan karena dinilai khawatir kehilangan jabatan gubernur jika tidak terpilih sebagai presiden.
Kamal mengatakan, sidang pendahuluan telah dilaksanakan pada hari Senin pagi kemarin (16/6/2014) dan telah menyerahkan perbaikan permohonan. Sidang selanjutnya dilaksanakan pada hari ini, Rabu (18/6/2014).(sp/yan).