Penghapusan Kredit Korban Gunung Sinabung Tunggu Putusan DPR
Pengungsi erupsi Gunung Sinabung.(transindonesia.co-ded)
TRANSINDONESIA.co, Medan : Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengajukan penghapusan kredit, khusus untuk debitur yang terkena langsung dampak erupsi Gunung Sinabung, Karo, Sumatera Utara.
Namun, finalisasi keputusan penghapusan masih menunggu rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).
Deputi Komisioner Bidang Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pusat, Irwan Lubis mengatakan, perbankan khusus BUMN mengajukan permohonan hapus tagih kredit debitur korban erupsi Gunung Sinabung sama seperti ketika Gunung Merapi meletus pada 2010. Kredit debitur yang terkena langsung dampak erupsi Gunung Sinabung dihapuskan secara total baik pokok, dana maupun bunganya.
“Pada Januari ada pertemuan dengan perbankan dan pada pertemuan itu, bank khusus BUMN mengajukan permintaan hapus tagih. Namun pengajuan itu tidak bisa langsung diputuskan karena aturan legal berkaitan hal tersebut belum ada. Supaya disetujui, harus ada rekomendasi dari DPR RI dengan alasan kemanusiaan,” katanya usai rapat kunjungan kerja spesifik Komis XI DPR RI dengan Bank Indonesia (BI), OJK, dinas terkait dan perbankan di Kantor BI Perwakilan Wilayah IX Sumut-Aceh, Selasa (18/2/2014).
Total kredit pinjaman dari empat desa yang terkena langsung dampak erupsi Gunung Sinabung sebesar Rp71,6 miliar dari 2.288 debitur. Kredit itu berasal dari bank umum baik BUMN maupun swasta dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Dari total itu, ada tiga bank BUMN yang kredit pinjamannya cukup tinggi di daerah tersebut yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar Rp51,63 miliar kemudian Bank Mandiri sebanyak Rp8,3 miliar dan Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar Rp3,1 miliar.
Sementara mengenai sektor usaha, sektor pertanian yang paling besar jumlah kreditnya yakni Rp40,49 miliar kepada 1.426 debitur. Kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp29,02 miliar kepada 815 orang. Selanjutnya sektor jasa-jasa sebesar Rp625 juta kepada 16 orang debitur serta lain-lain sebesar Rp1,5 juta kepada 49 orang debitur.
“Akan diidentifikasi lagi. Jika si debitur sudah tidak memiliki sumber penghidupan sama sekali, artinya lahan pertaniannya sudah rusak dan tidak punya lahan lain tentu masuk dalam daftar. Sedangkan debitur yang lahannya masih bisa diolah akan masuk dalam klasifikasi restrukturisasi yaitu mendapat keringanan baik pokok, denda maupun bunganya. Semua tergantung dari kebijakan masing-masing bank. Yang pasti dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) sudah dijelaskan klasifikasi debitur yang mendapat restrukturisasi atau tidak atau hapus tagih,” paparnya.
Namun, kebijakan hapus tagih kredit ini masih menunggu finalisasi dari DPR RI mengingat Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengurusan Piutang Negara dan Daerah belum rampung penetapannya. Jadi yang bisa dilakukan bank adalah mengajukan permohonan rekomendasi kepada Komisi XI DPR RI membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.
“Sama seperti kasus meletusnya Gunung Merapi, bank membawa kasus tersebut ke DPR RI memaparkan kredit yang tidak bisa ditagih lagi karena kondisi debitur tidak memungkinkan pasca bencana. Hasil pertemuan itu kemudian menjadi rekomendasi komisi ke pemerintah untuk menyetujui penghapusan kredit. Langkah yang sama bisa dilakukan untuk kasus bencana erupsi Gunung Sinabung ini,” ucapnya.
Ketika ditanyakan kepastian penghapusan kredit tersebut, Irwan mengaku belum mendapat jawaban pasti dari pihak bank. Namun OJK akan terus mempertanyakan kepada direksi bank dan memonitoring sampai sejauh mana prosesnya. “Kapan pastinya (kredit) mulai dihapus, OJK akan terus monitoring. Yang pasti nasabah-nasabah tersebut mendapat prioritas,” jelasnya.
Anggota Komisi XI DPR RI, Nurdin Tampubolon mengatakan, penyesuaian penanganan memang sangat diperlukan pada lokasi bencana termasuk kredit debitur yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Terhadap daerah yang sudah rusak total dan sulit untuk dibangun kembali dalam waktu dekat, tentu perlu penanganan berbeda dari daerah lain yang masih bisa diperbaiki meski butuh waktu.
“Penyesuaian penanganan bisa berupa penghapusan pinjaman, bunga atau lainnya. Kecuali daerahnya masih bisa diperbaiki tentu hanya diberikan keringanan saja. Tapi biar bagaimanapun intinya adalah bagaimana bank memberikan perlakuan khusus terhadap seluruh daerah bencana,” ujarnya.
Seperti kasus meletusnya Gunung Merapi, lanjut dia, ada sekitar Rp70 miliar kredit yang tidak bisa dibayar debitur. Bank akhirnya mengajukan permohonan penghapusan ke DPR, dalam hal ini komisi XI dan akhirnya disetujui.
“Kebijakan yang sama bukan tidak mungkin diterapkan di Karo karena kondisinya sama-sama bencana. Sebelumnya ada kekhawatiran timbul kerugian negara akibat penghapusan itu tapi kalau sudah dibicarakan secara menyeluruh resiko dan besaran yang akan ditanggung negara, tentu bisa dicari jalan keluarnya sehingga tidak ada kerugian,” pungkasnya.(ded/don/sur)