Tiga Pelaggaran Larang Polwan Berjilbab
TRANSINDONESIA.co, Mataram : Tiga pelanggaran atas larangan pemakaian jilbab bagi Polisi Wanita (Polwan). Tiga nilai yang dilanggar itu diungkapkan aktivis PP Aisyiyah Mataram Nusa Tenggara Barat (NTB), Ira Mariyah Ulfah, menyebut ketiga hal itu adalah pelanggaran HAM, pelanggaran UUD 1945, dan pelanggaran atas penggunaan identitas Muslim.
Jilbab, kata Ulfah, merupakan identitas perempuan Muslim dan sebagai kewajiban menjalankan perintah agamanya, sehingga tidak ada alasan melarang wanita menggunakan jilbab. Apalagi, di banyak negara Barat dan Eropa dengan penduduk Muslim minoritas saja memperbolehkan polisi berjilbab, seperti di Amerika Serikat, Inggris, dan Hungaria.
“Ini jelas melanggar HAM universal yang diakui dunia dan ditegaskan dalam undang-undang dasar kita,” kata pengajar di Universitas Muhammadiyah Mataram itu, Senin (10/2/2014).
UUD memberi tempat kepada seluruh warga untuk kebebasan berekspresi dan beragama. Karena itu, Ulfah menegaskan pelarangan jilbab oleh Polri tidak hanya melukai HAM, tetapi juga melanggar UUD 1945.
UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Ulfah mengatakan konstitusi tertinggi tidak boleh digugurkan oleh konstitusi di bawahnya, apalagi oleh sebuah SK Polri.
Islam adalah agama terbesar di Indonesia dan nilai-nilainya telah banyak dileburkan dalam sistem hukum nasional. Pelarangan jilbab polwan, menurut Ulfah, sama saja mengingkari realitas identitas keislaman Indonesia tersebut.
Cukup banyak anggota korps polisi wanita (polwan) yang ingin berseragam dengan memakai jilbab. Sayangnya, keinginan itu terbentur peraturan institusinya yang mengatur tentang penggunaaan seragam Polwan berjilbab/busana Muslimah di luar Polda Nangroe Aceh Darussalam (NAD).
Dalam Kebijakan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, Penggunaan Pakaian Dinas Polri dan PNS Polri, secara eksplisit tidak tertulis larangan berjilbab. Namun semua anggota harus mengenakan seragam yang telah ditentukan, dan seragam berjilbab tidak ada dalam seragam yang ditentukan tersebut. Secara implisit, berjilbab dilarang bagi anggota polwan selama berada dalam waktu dinas.(rol/mus)