TRANSINDONESIA, Jakarta : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menegur Kapolri Jenderal Pol Sutarman dan membatalkan pembelian sejumlah peralatan berat dari Korea Selatan senilai 64 juta dolar AS ( Rp640 miliar).
“Padahal selama ini Presiden SBY selalu menghimbau, TNI dan Polri harus mengutamakan pembelian peralatan beratnya dari dalam negeri,” kata Ketua Presedium Indonesia Police Watch (IPW) dalam siaran persnya yang diterima transindonesia di Jakarta, Kamis (9/1/2014).
IPW kata Neta, menilai PT.Pindad sudah mumpuni dalam memproduksi alat-alat berat seperti, panser, kendaraan taktis, dan kendaraan tempur lainnya.
“TNI sendiri sudah memfokuskan pengadaan peralatan beratnya kepada PT Pindad. Tapi kenapa Polri masih fokus keluar negeri dan tidak mengindahkan himbauan Presiden SBY,” katanya.
Tahun 2014 ini lanjut Neta, Polri akan memborong peralatan berat sebanyak empat paket, yang merupakan bagian dari enam paket Kredit Ekspor (KE).
Keempat paket itu terdiri dari Pengadaan Kendaraan Taktis (Rantis) senilai Rp340 miliar, pengadaan APC multi fungsi senilai Rp100 miliar, pengadaan Peralatan Brimob senilai Rp100 milar, dan pengadaan Armoured Water Cannon (AWC) Rp100 miliar.
“Yang disayangkan semua peralatan berat itu akan dibeli dari Korea Selatan,” ujarnya.
Ironisnya kata Neta, proses tender pengadaan peralatan berat itu tergolong janggal. Sebab dilakukan menjelang Natal dan Tahun Baru. Dimana secara internasional menjadi hari libur panjang. Pendaftaran lelang sendiri ditutup pada 6 Januari 2014.
“Proses yang tidak transparan ini dikhawatirkan merupakan permainan mafia proyek. Sebab beredar isu bahwa proyek pengadaan itu sudah dikuasai pihak tertentu. Pengadaan APC Multi Fungsi misalnya dikuasai wanita pengusaha El, pengadaan AWC oleh S, dan Rantis oleh R,” terang Neta.
Oleh karena itu, IPW mengimbau, agar Presiden SBY menegur Kapolri dan segera membatalkan proses tender tersebut serta mngarahkan pngadaannya ke produk dalam negeri, seperti ke PT Pindad.
“Selama ini proyek-proyek KE cenderung bermasalah, tapi tidak ada evaluasi yang menyeluruh, sehingga selalu berulang dan bermasalah. Berbagai ketidak becusan itu harus dihentikan agar dana Polri yang minim bisa benar-benar dimanfaatkan dan tepat guna,” kata Neta.(sof)