Premanisme: Refleksi Kebiadaban dan Pelecehan Hukum

TRANSINDONESIA.CO – Supremasi hukum merupakan ikon peradaban. Dalam masyarakat yang beradab penyelesaian konflik melalui penegakkan hukum dan keadilan tanpa anarkisme.

Tatkala menggunakan diskresi, alternative dispute resolution pun tidak menggunakan kekerasan. Premanisme refleksi kekejaman dan kebiadaban yang anti kemanusiaan.

Pola-pola kebiadaban para preman ditunjukkan dengan hasutan dan ujaran kebencian, pengrusakan fasilitas umum, memicu konflik fisik, menganiayaya, hingga membunuh sesamanya dilakukan dengan rasa bangga.

Ilustrasi
Ilustrasi

Gerakan-gerakan preman tidak sendiri, mereka merupakan kawanan dan ada patronnya, atau setidaknya ada informal leader.  Preman bisa saja spontan ataupun menerima pesanan untuk menjalankan aksinya.

Keamanan  dan pengamanan sering dirusak dan dikacaukan kaum preman sehingga rasa aman boleh dikatakan menguap entah ke mana. Kalaupun aman tentu banyak persyaratan, tekanan bahkan kewajiban-kewajiban.

Keamanan yang tidak ada rasa aman, karena dikangkangi dan dikuasai para preman. Premanisme merupakan suatu aktifitas/gerakan model preman (benalu: pemeras, penerima suap, pengancam, pendukung berbagai hal ilegal, penganiyaya, pengeroyok dan pembunuh) yang menjadi pola untuk mendominasi dan dominan pada sumber-sumber daya.

Kebiadabn para preman menginjak-nginjak hukum dan keadilan. Tidak hanya secara simbolik tetapi secara praksis sekalipun.

Tatkala mengeroyok, menganiaya, membunuh penegak hukum ini pun merefleksikan kebiadaban dan pelecehan terhadap hukum maupun keadilan. Yang berarti manusia tiada laga menjadi sesuatu yang berharga.

Apa yang mereka lakukan melecehkan HAM karena menginjak injak harkat dan martabat mansia. Sayang tidak semua mendukung anti preman. Ada yang suka dan menginginkan preman terus ada dan menjadi alatnya untuk menguasai dan mendominasi sumber daya.[CDL07082016]

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Share
Leave a comment