Tapanuli Tengah Lokomotif Pariwisata Sumut: Perwujudan [Selesai]
TRANSINDONESIA.CO – Pesona wisata pantai dan wisata laut dalam kenyataan atau faktanya telah mengundang, menciptakan dan memacu invetasi pariwisata bernilai hingga miliar dollar seperti Karibia, Brazil, Sychelles, Maladewa, Thailand, Bali dan Langkawi Malaysia.
Bahkan di tandusnya gurun pasir Sinai Mesir, kawasan pantai pasir berwarna coklat Sharm El Sheikh mampu mengundang investasi pariwisata yang massif bernilai miliar dollar dan berdampak pada kunjungan wisatawan mancanegara (Eropa, Rusia) secara drastis dalam jangka waktu 20 tahun dari 80.000 wisatawan pada tahun 1980 menjadi 1.6 juta wisatawan pada tahun 2000.
Namun demikian walaupun pesona kawasan wisata pantai dan kawasan wisata laut dari negeri sejuta pesona Tapanuli Tengah tidak kalah dengan destinasi wisata pantai dan laut dari Karibia di Samudera Atlantik, tetapi sepertinya kurang realistis jika kita mengambil model pengembangan kawasan wisata pantai dan laut dari Karibia yang menjadi daerah tujuan wisata eksklusif kaum wisman kaya Eropa dan Amerika karena satu dan lain alasan.
Tetapi adalah realistis kalau kita menggunakan atau mengadopsi model pembangunan dan pengembangan kawasan wisata pantai dan laut dari Langkawi – Malaysia negeri sesama rumpun Melayu dalam mewujudkan Tapteng negeri sejuta pesona ini sebagai lokomotif pariwisata Sumut bahkan di Indonesia Bagian Barat.
Pesona wisata pantai Langkawi tidaklah se’menggoda’ pesona pantai-pantai Tapanuli Tengah, namun pantai-pantai di Langkawi: Cenang, Tengah, Kok, Burau, Datai, Pebble, Tengkorak, Pasir Hitam, Tanjung Rhu telah mengundang dan menciptakan investasi pariwisata bernilai multi miliar dollar.
Perekonomian Langkawi utamanya digerakkan oleh ekonomi pariwisata yang telah memunculkan Langkawi sebagai ‘the rising star’ pariwisata di Asia dalam kurun waktu yang singkat dengan kunjungan wisata yang hampir melampaui Bali.
Oleh karena itu, sebagai sesama rumpun Melayu tentu tidaklah perlu sungkan untuk berguru ke jiran Malaysia yang dalam faktanya saat ini tidak hanya memimpin dalam kunjungan wisman terbanyak di Asean dengan perolehan devisa dari pariwisata pada kisaran USD 30 miliar pertahun tetapi juga jiran kita ini diperhitungkan secara signifikan dalam kancah percaturan pariwisata global.
Jadi, perlu optimis mewujudkan Tapteng sebagai penggerak pariwisata Sumut itu walaupun kita tidak seberuntung Langkawi – Malaysia yang memiliki pemimpinberhati nurani dan berdedikasi luhur bagi rakyat Melayu sekaliber Dr. Mahathir Muhammad, pemimpin visioner ‘theman of action’ yang ‘rame ing gawe’ untuk mensejahterakan rakyat Melayu sebesar-besarnya pada kesempatan pertama tanpa menunggu ‘tetes-tetes sisa’ (residual of trickle down effect) dalam pembangunan pariwisata Langkawi.
LADA (Langkawi Development Authority) adalah lembaga yang melayani, misalnya, mengembangkan Pulau Payar Marine Park, satu jam perjalanan di tenggara Langkawi yang banyak dikunjungi wisman Eropa dan Amerika dan ‘making money’, tak lah se’menggoda’ pesona wisatanya dibandingkan dengan Pulau Mursala di samudera Indonesia itu.
LADA secara simultan membangun memajukan dan mengembangkan pariwisata yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat tempatan atau masyarakat lokal seperti di Kilim River, Tanyung Rhu, Padang Matsirat dan tempat lainnya di Langkawi sebagai penerapan Pro Poor Tourism.
Dr. Mahathir tampaknya tidak terkesan pada investasi multi miliar dollar di sektor pariwisata kalau rakyat Melayu di Langkawi tetap ‘kere’. Itulah sebabnya Dr. M dengan komitmen yang kuat dan konsisten mengangkat harkat hidup dan martabat rakyat Melayu perdesaan di Langkawi lewat pariwisata yang berpihak kepada rakyat.
Sebelum orang lain sempat memikirkan Pro Poor Tourism Dr. M telah melakukan pengentasan kemiskinan dengan instrumen ekonomi pariwisata yang berpihak kepada rakyat Langkawi. Langkawi adalah contoh terbaik implementasi Pro Poor Tourism di dunia.
Karena tujuan dari pengembangan pariwisata adalah untuk mensejahterakan rakyat maka langkah-langkah yang perlu ditempuh secara simultan, pertama melakukan pemberdayaan masyarakat setempat (Tapanuli Tengah) antara lain lewat pelatihan-pelatihan penyadaran seperti misalnya ‘hozpitalitation training’ dan berbagai pelatihan keterampilan yang berkaitan dengan kepariwisataan, keikutsertaan dalam setiap kegiatan/program kepariwisataan dan dukungan modal untuk mengembangkan program usaha kepariwisataan.
Langkah kedua adalah melakukan promosi daya tarik obyek-obyek wisata Tapanuli Tengah secara ‘all out’ ke mancanegara dan ke nusantara.Kenduri laut (Fiesta Del Mal Lamare), Sail Mansalar, Tour de Ancient Barus merupakan upaya promosi yang perlu di kembangkan lebih lanjut.
Langkah ketiga adalah meciptakan aksesibilitas yang lancar mencakup pembangunan infranstruktur jalan dan ketersediaan moda trasnportasi. Langkah keempat mengadakan amenitas dan fasilitas pariwisata.
Tentu saja diperlukan pendanaan yang signifikan untuk mewujudkan negeri sejuta pesona Tapanuli Tengah ini menjadi lokomotif pariwisata Sumater Utara yang mensejahterakan rakyat pada kesempatan pertama.
Dana untuk pembangunan infrastruktur, amenitas dan fasilitas pariwisata pada setiap Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) Tapanuli Tengah serta dana untuk pemberdayaan masyarakat pariwisata Tapanuli Tengah perlu ‘dijolok’ ke pemerintah pusat.
Apalagi sebagaimana pernyataan Presiden RI Joko Widodo pada peringatan hari pahlawan yang lalu di Surabaya bahwa telah terjadi perubahan kiblat pembangunan yang selama ini ‘Jawa Sentris’ menjadi ‘Indonesia Sentris’.
Untuk itu segenap masyarakat Tapteng sedunia perlu bergandeng tangan untuk men’jolok’ dana guna mewujudkan Tapanuli Tengah sebagai lokomotif pariwisata Sumut bahkan Indonesia Bagian Barat. Menko Rizal Ramli perlu diberitahukan akan sejuta pesona wisata Tapanuli Tengah ini agar Menko Rizal Ramli memplot Tapanuli Tengah sebagai prioritas utama dalam pembangunan kepariwisataan Indonesia.
Untuk itulah kita harapkan Putra Sorkam Bang Akbar Tanjung ‘turun gunung’ untuk mewujudkan negeri sejuta pesona Tapanuli Tengah ini sebagai penggerak utama pariwisata Sumatera Utara yang mensejahterakan rakyat pada kesempatan pertama.
Penulis: Jonathan I Tarigan [Pelancong dan Pemerhati Pariwisata]