Vaksin Palsu, Serangan Hak Hidup Anak [2]
TRANSINDONESIA.CO – Vaksi palsu? Jangan ambil resiko! Negara dan bangsa ini terlalu besar dan anak-anak bangsa terlalu bernilai jika membiarkan birokrat dan pejabat yang lunglai dan tidak otentik kompetensinya.
Demi hak hidup, Presiden tak usah ragu memberi wewenang dan menambah mandat BPOM, agar diperkuat sebagai lembaga superbody yang akuntabel dan budiman ikhwal pengawasan obat dan makanan semisal kiprah Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat.
Penulis membangun postulat, saat ini mutlak diperlukan BPOM yang tangguh, berani dan cerdas menggawangi urusan pengawasan obat dan sedian farmasi yang berada pada garda terdepan dan tidak loyo memberantas bahaya “korupsi” kesehatan.
Ikhwal “korupsi” kesehatan yang muncul sebagai produksi, peredaran dan penggunaan vaksin palsu terhadap anak-anak itu lebih ironis dan tragis dari korupsi keuangan negara yang dilibas KPK. Presiden dan DPR mesti mengambil langkah menjulang, memberikan wewenang BPOM idemdito setara lembaga superbody KPK ikhwal pemberantas korupsi.
Kehormatan Negara dan kepercayaan publik bakal menjulang dengan BPOM yang perkasa memberantas “korupsi” kesehatan dan menggawal hak hidup anak bangsa. Bukankah kekurangan makanan dapat diatasi dengan menanami sawah dan ladang di bumi pertiwi, namun kehilangan kepercayaan rakyat, tak ada yang bisa dilakukan membenahi negeri.
Tersebab itu, patut ditimbang memberikan wewenang kepada pengawas obat dan makanan menjalankan fungsi sebagai drug and food inspector yang otonom, mandiri, dan tentu saja bebas intervensi, karena soal obat dan makanan tidak bisa ditolerir karena ikhwal hak hidup manusia. Bapak Presiden, apalagi yang paling dihormati, dijamin, dan dilindungi selain hak hidup?
Kua birokrasi, BPOM pun-demikian BKKBN harus menjadi bagian dari Sidang Kabinet bersama Presiden, Mengapa? Urusan keduanya berkaitan langsung dengan hajat hidup dan kelangsungan hidup serta tumbuh kembang anak-anak muda belia.
Hambatan birokrasi dan minimalis wewenang BPOM bisa diatasi langsung dengan mendelegasikan sebagian wewenang Presiden sebagai top executive.
Sudahkah Presiden mendengar dan memberikanperintah fungsional dan konkrit kepada BPOM?
Usai langkah radikal ala revolusi mental membenahi pengawasan obat dan makanan, ikhwal produksi obat termasuk vaksin, penataan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen farmasi perlu dibanahi total dan jangan diabaikan sekedip matapun.
Jangan abaikan produksi dan distribusi, karena justru kelangkaan yang diikuti dengan mahalnya vaksin (bahkan obat dan sedian farmasi), menyumbang kausalitas pemalsuan vaksin. Menyumbang adanya jalan kotor dan pintas kejahatan ekonomi kesehatan yang mengancam hak hidup anak.
Pemerintah mesti merombak orientasi dan indikator kunci kinerja BUMN farmasi jangan hanya berorientasi promosi dan sumbangan kepada APBN namun menjadi pengendali produksi dan swasembada obat-obat penting termasuk vaksin wajib bagi anak Indonesia, yang menjadi hajatan nasional demi menjaga kesehatan anak bangsa dan ketahanan nasional.
Jangan ambil risiko sekecil apapun yang bisa mengancam hak hidup anak, yang nota bena mengancam ketanahan bangsa. Kalau vaksin saja bisa dipalsukan, akankah tak merasa kecut membayangkan serangan biologis lain juga bisa melanda bangsa?
Oleh: Muhammad Joni [Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia dan Pegiat Perlindungan Anak]