Mantan Jampidsus Kejagung Bantah Beli Lahan Konservasi TNTN

TRANSINDONESIA.CO – Praktik alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit dan akasia makin mengancam keselamatan hutan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), di Kabupaten Pelalawan, Riau.

Setidaknya demikian hasil kajian WWF Indonesia berbagai kasus terjadi, penyelesaian hukumnya tersendat-sendat. Menurut Alhamran, konsultan WWF Indonesia, Ribuan penduduk dari luar Riau, terutama Sumatera Utara, masuk ke kawasan ini. Mereka menebang hutan dan mengalihfungsikannya sebagai kebun sawit.

“Berdasarkan hasil kajian kami, ada tiga area perambahan yang terjadi,” sebutnya.

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau.(Dok)
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau.(Dok)

“Penggundulan hutan atau deforestasi di kawasan TNTN terjadi sejak tahun 1990-an. Saat itu, kawasan ini masih dikelola beberapa perusahaan, yaitu PT Inhutani IV, PT Dwi Marta dan PT Nanjak Makmur sebelum beralih menjadi Taman Nasional. Lalu hak pengusahaan hutan PT Siak Raya Timber dan PT Hutani Sola Lestari,” terangnya.

Perambahan makin gencar dari masuknya orang luar. Kebijakan pemerintah daerah/instansi terkait seakan membenarkan dan membuka peluang terhadap kegiatan perambahan. Dia mencontohkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Pelalawan Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pemekaran Dusun Bagan Limau Menjadi Desa Bagan Limau.

“Masyarakat di Dusun Bagan Limau seolah-olah mendapatkan dukungan legalitas untuk meneruskan penguasaan dan pengolahan lahan di dalam Kawasan TNTN,” ujarnya.

Lalu diterbitkannya Sertifikat Hak Milik Tanah atas tanah masyarakat anggota Koperasi Perkebunan Koperasi Mekar Sakti (515 persil) dan Koperasi Tani Lubuk Indah dan Koperasi Tani Berkah melalui Program Nasional Swadaya (Prona Swadaya) APBN 1998/1999 oleh Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Indragiri Hulu.

“Ini menunjukan kebijakan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku,” kata Alhamran. Adanya kebijakan pemerintah ini menjadi pegangan/pedoman bagi perambah terus mempertahankan area perambahannya.

Alhamran menilai, faktor lainnya yang mempercepat perambahan, adanya oknum tokoh adat maupun oknum pemerintahan desa yang memperjualbelikan lahan. Mereka memberi kemudahan dalam menguasai dan memanfaatkan lahan di kawasan hutan Tesso Nilo.

Informasi berkembang, lahan di aeral konservasi hutan TNTN masuk pada Desa Bukit Kesumah, Kecamatan Pangkalan Kuras, Pelalawan juga terjadi jualbeli lahan dilokasi areal konservasi hutan TNTN sejak tahun 2004. Arifin, sebagai Batin Itam dikonfirmasi membenarkan telah menjual lahan itu kepada Sirus Sinaga.

“Lahan itu merupakan semak belukar, saya menjual lahan itu sejak tahun 2004 pada Sirus Sinaga dengan luasan 100 hektar, bukan 700 hektar seperti diisukan. Saya tidak tahu apakah lahan itu masuk dalam wilayah konservasi hutan TNTN,” terang Arifin, Minggu (27/12) dikontak melalui ponselnya.

Arifin berdalih, tidak hanya dirinya seorang melakukan jual-beli lahan disekitar hutan ini, katanya yang tidak bersedia menerangkan nilai dan harga lahannya.

Sirus Sinaga yang disebut-sebut mantan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dikontak ponselnya (081222557xxx) yang sekaligus untuk memuat bantahan atas kepemilikan lahan itu, diakuinya dirinya difitnah atas kepemilikan lahan di areal hutan konservasi TNTN Pelalawan, Riau itu.

“Nggak benar itu, soal lahan di areal itu. Seandainya pun benar, itu tugas aparat hukum,” ujarnya Sabtu (26/12/2015).

Ada siaran berita di TV One menyiarkan seseorang memiliki kebun pisang, lantas warga menuntut keabsyahan dan kepemilikan lahan yang sebenarnya bukan miliknya. Apakah ini bisa dijadikan kesalahan pada orang yang belum tentu sebagai pemilik lahannya tersebut, kata Sirus menceritakan sebuah berita dimedia elektronik yang dilihatnya itu.(Sbr)

Share