
TRANSINDONESIA.CO – Kejaksaan Negeri Ngawi, Jawa Timur memeriksa Direktur CV Arta Giri Kencana (AGK), Edy Haryono yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung perpustakaan di Dinas Pendidikan setempat mencapai miliaran rupiah.
Kepala Seksi Intel Kejari Ngawi, Iwan Arto Koesomo, Kamis (20/11/2014), mengatakan pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mencocokkan keterangan tersangka Edy Haryono dengan Bendahara Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Ngawi, Supiyatun.
“Ini merupakan pemeriksaan lanjutan. Keduanya kami periksa sebagai saksi yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas ambruknya gedung perpustakaan SDN Ngancar I dan IV serta perpustakaan lainnya,” ujar Iwan Arto Koesomo, kepada wartawan.
Menurut dia, dalam pemeriksaan tersebut, saksi dimintai keterangan terkait mekanisme dan pelaksanaan proyek.
Berdasarkan hasil sementara pemeriksaan terhadap tersangka Edy Hariyono, diketahui ada indikasi pemotongan pagu anggaran pembangunan gedung perpustakaan SDN Ngancar I oleh oknum Dinas Pendidikan.
“Namun, kami belum bisa memberikan keterangan banyak dulu. Sebab, kasus ini masih proses penyidikan,” kata Iwan lebih lanjut.
Pada intinya, lanjut dia, pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menemukan alat bukti guna menjerat pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawabannya selain direktur CV AGK.
Sejauh ini, kejaksaan setempat sudah memeriksa 16 saksi terkait kasus tersebut. Sebelumnya, tim penyidik kejaksaan juga telah memeriksa lima kepala sekolah yang tersangkut kasus tersebut untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Seperti diketahui, pada tahun 2012 Dinas Pendidikan Ngawi menerima DAK senilai Rp31,7 miliar. Dana dari APBN itu digunakan untuk proyek rehabilitasi ruang kelas dan pembangunan gedung perpustakaan yang jumlahnya mencapai 412 ruang.
Rinciannya, untuk SMP sebanyak 46 ruang dengan dana senilai Rp4,1 miliar, ruang perpustakaan sebanyak 48 ruang dengan total dana senilai Rp5 milliar, dan untuk SD sebanyak 318 ruang dengan dana senilai Rp22,1 miliar.
Diduga dalam pelaksanaannya terdapat penyelewengan, di antaranya kualitas pembangunan gedung yang rendah dan adanya potongan dana. Potongan tersebut diduga mengalir ke sejumlah oknum Dinas Pendidikan, oknum anggota DPRD, dan oknum LSM.
Dugaan penyelewengan tersebut diketahui setelah ruang perpustakaan SDN Ngancar roboh pada Mei 2014 setelah 22 bulan dibangun. Normalnya, bangunan paling tidak bisa bertahan dalam jangka waktu kurang lebih 20 tahun.(ant/ats)