Study and Learning Menjadi Pembelajar di Era Digital

TRANSINDONESIA.co | Pagi hari ini saya melihat tiktok dari Profesor Reinald Kasali yang membahas tentang study dan learning. Topik tersebut menginspirasi bagaimana lembaga pendidikan dan latihan (Lemdiklat) Polri untuk menjadi lembaga pembelajar yang mengembangkan study, training coaching and learning.

” study bisa dipahami belajar secara formal dan Learning bisa dipahami belajar sepanjang hayat secara formal maupun non formal. Study maupun learning keduanya dituntut untuk menjadi pembelajar merupakan moralitas untuk membangun hidup dan kehidupan yang lebih baik demi semakin manusiawinya manusia”.

Lemdiklat Polri mengembangkan study, Learning, coaching and training yang prosesnya bisa dari mana saja, dari apa saja dan dari siapa saja bahkan di mana saja. Menjadi pembelajar tentu tidak sebatas di ruang kelas yang berisi tembok tembok yang bisa menjadi belenggu kemerdekaan berpikir atau mungkin guru guru yang menakut nakuti yang melemahkan bahkan mengajarkan kekerasan, sehingga menghasilkan trauma maupun kejahatan.

Tatkala proses study, learning, coaching dan training penuh dengan didoktrin dan dijejali berbagai hal tanpa memahami kemanfaatannya maka sebenarnya itu kesia-siaaan. Belajar tidak membangkitkan kesadaran tidak mencerahkan, sekedar menghabiskan jam pada mata pelajaran.

” non scolae set vitae discismus” belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup”

Belajar untuk hidup, membawa manfaat bagi hidup dan kehidupan. Lemdiklat Polri semestinya menjadi lembaga pencerah yang mencerdaskan berbasis moralitas. Lemdiklat Polri menjadi refleksi institusi Polri yang profesional, cerdas bermoral dan modern.

Mengembangkan Lemdiklat Polri sebagai centre of exellent tentu saja membutuhkan kemampuan berpikir secara teoritikal maupun konseptual. Teori merupakan kampuan mengabstraksikan dalam menemukan hakekat atau inti akan sesuatu dengan menghubung hubungkan antara konsep konsep yang merupakan prinsip prinsip yang mendasar dan berlaku umum untuk menjelaskan sesuatu fenomena. Teori tatkala memiliki kekuatan dan kesahihan, memiliki power dan menjadi ikon. Namun bukan disakralkal atau didewakan sehingga para orang hanya menghafal bahkan membanggakan menggunakan teori ini itu seakan sebagai pengecer teori dan lupa bahwa sejatinya teori sebagai acuan atau kerangka berpikir akademisnya. Teori merupakan suatu karya cipta penemunya bisa berdasar pengalamannya bisa juga dari hasil risetnya atau hasil dari konstruksi berpikirnya dengan menggunakan atau mengkritisi teori teori yang terdahulu. Teori dapat dipahami sebagai hakekat hubungan antara konsep konsep yang merupakan prinsip prinsip yang mendasar dan berlaku umum untuk menjelaskan atau menerangkan suatu fenomena. Berpikir teoritis merupakan berpikir yang abstrak atau imajinatif yang mampu menemukan prinsip mendasar yang berlaku umum bukan pragmatis.

Teori bukan dihafal bukan sebatas dijejer jejer atau dipajang namun digunakan untuk menjelaskan apa makna di balik suatu gejala atau fakta. Tatkala tanpa kemampuan imajinasi maka teori sebatas dihafal dan tidak akan dapat mengurai dalam konstruksi/ kerangkanya atau dekonstruksinya. Tatkala teori dihafalkan atau tidak dijadikan kerangka berpikir atau mengkonstruksi maka teori itu akan tumpul atau flat atau datar saja. Tidak akan mampu menjadi sarana menyelami kedalaman atau membongkar labirin atas suatu fenomena. Bahkan kadang malah membelenggu akibat dihafal atau semacam kewajiban saja. Tatkala menulis atau membuat kajian atas sesuatu apabila sudah menempel teori ini itu di mana mana seolah olah sudah benar.

Dengan teori diharapkan mampu memahami makna di balik fenomena dengan sudut pandang atau pendekatan yang bervariasi untuk menemukan kebaruan. Berpikir teoritis ini selain mengabstraksikan juga memerlukan imajinasi dalam membuat konstruksi baru atas kajiannya. Tatkala teori mampu diurai dan digunakan sebagai konstruksi baru atau dimanfaatkan untuk mengurai dan membangun maka teori akan memerdekakan dan tidak membelenggu.

Era digital dan dampaknya pada pendidikan dan pengajaran secara virtual akan berdampak luas bagi pendidikan dan lembaga lembaganya. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di era digital seakan digeser dengan cara cara virtual atau bisa belajar di mana saja. Apakah kehadiran AI (artifivial intilligence) dapat menjamin kualitas atau hasil didik sperti yang diharapkan? Tentu bisa, tatkala pola pendidikan dibangun atas dasar keutamaannya. Tatkala keutamaan tidak ditemukan dan dilakukan tambal sulam atau sebatas memenuhi target jam pelajaran sejatinya merusak peradaban.

Penyelenggaraan belajar mengajar pada lembaga pendidikan, guru sebagai pilarnya namun bukan pemegang ilmu satu satunya. Sistem pengajaran melalui model dan konteks literasi sehingga secara virtual maupun aktual tetap mampu menstimuli para siswa atau siapa saja yang mengikutinya akan tercerahkan dan mampu merubah mind set nya. Pola pembelajarannya berubah dari aktual ke virtual dan membranding para siswa sehingga bukan sebatas apa bagaimana dan mengapa melainkan mampu membangun menjadi siapa. Beberapa hal yang dapat dibangun atau setidaknya dapat diterapkan di masa transisi menghadapi perubahan besar kehadiran AI dapa lembaga pendidikan setidaknya melalui
1.Membangun sistem literasi
2.Melakukan pembelajaran melalui dialog secara proaktif dan problem solving
3.Keutamaan ilmu yang dipelajari dijadikan core value dan standar keberhasilannya
4.Lembaga pendidikan mampu berwibawa dan menunjukkan kualitasnya dalam penyelenggaraan pendidikan atau proses belajar dengan baik dan benar
5.Para dosen atau Guru guru mampu mengikuti perubahan yang begitu cepat, memposisikan sebagai pilar lembaga pendidikan yang berkualitas dan memiliki kompetensi akademik serta mampu memotivasi mahasiswa berani kreatif serta menjadi ikon kecerdasan atau keahlian
6.Fasilitas pendidikan membuat sistem back office, application berbasis AI dan net work berbasis IoT yang mampu memberikan dukungan pendidikan secara virtual dalam model literasi ada sistem dialog peradaban dan branding memanfaatkan media dan jejaringnya.
7.Para siswa atau peserta didik dimotivasi dan dilati belajar dengan cara berpikir kreatif inovatif problem solving dan visioner
8.Proses belajar mengajar yang berbasis pada :
a. keilmuan,
b. pemahaman dan pengembangan teori dan konsep,
c. studi kasus ,
d. problem solving, yang dikembangkan dalam pemikiran kebaruan sebagai pembaruan
9.Forum diskusi sebagai basis dialog peradaban bagi pengembangan ilmu pengetahuan
10.Penerbitan untuk menampung karya para dosen atau guru dan siswa /peserta secara elektronik atau cara konvensional
11.Jurnal ilmiah
12.Kerjasama dalam maupun luar negeri untuk kegiatan akademik : penelitian ilmiah, debat publik, bedah buku, bhakti masyarakat dll
13.Ada ikatan alumni
14.Aktif dlm kegiatan-kegiatan forum akademis nasional maupun internasional bench mark seminar work shop dan studi nasional dan internasional
15.Ada publikasi pengajarannya ke media sehingga dapat dijadikan referensi dan literasi
16.Menjadi anggota forum atau asosiasi akademik nasional maupun internasional

Era digital, era media. Media seakan telah menguasai jalur jalur komunikasi dan informasi walau sarat distorsi, entah besar atau kecil. Distorsi ini yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, pada umumnya yang berkaitan dengan sumber daya. Apalagi budaya dalam birokrasi masih kental model primordial dan pendekatan personal. Distorsi ini juga terjadi pada pembelajaran di lembaga pendidikan.

“Broker” menggunakan media akan terus merambah dan memanfaatkannya, yang bisa berefek positif maupun negatif dan kontra produktif.

“Era post truth” untuk menggoreng, membully bahkan membranding yang keliru. Pembenaran pembenaran akan semakin kental bahkan mampu menggerus kebenaran. Masalah kekuasaan dan penguasaan sumberdaya akan semakin marak dan proxy war menjadi pilihan. Siapa berbuat apa hingga punya apa menjadi ajang saling serang.

Dunia virtual kini menjadi ruang yang memiliki warganet ( netizen). Mereka hidup dalam sistem sistem virtual dalam pendukung aktivitas aktual sehari harinya. Dalam sistem sistem pendukung menggantungkan aplikasi yang berbasis pada AI dan Iot. Warga net sibuk atau disibukan berbagai aktifitas dalam dunia virtual. Smart phone / gadget seakan tidak boleh lepas dari kehidupannya dari bangun tidur hingga saat akan tidur. Era digital menggeser banyak kebiasaan lama memasuki tataran baru.

Di dalam proses pendidikan pun dunia virtual mulai merambah bahkan menjadi salah satu pilarnya. Di era post truth isu primordialisme bisa semakin kuat dan rasionalisme dikalahkan dengan pembenaran pembenaran yang didesign sedemikian rupa untuk mengalahkan kebenaran. Pendekatan personal dijembatani para broker memanfaatkan peluang mediasi. Di era digital para broker akan memanfaatkan netizen membangun buzer, membangun jejaring dan memanfaatkan data maupun fakta untuk pembenaran. Siapa yang dianggap menjadi penghalang atau duri dalam daging akan dilumat.
Isu yang ditabur memang menarik bahkan seakan penuh pencerahan walau faktanya penyesatan.

Keutamaan pembelajaran pada Lemdiklat Polri :
1.Moralitas yang berbasis kejujuran, kebenaran dan keadilan
2.Pengendalian diri dan kedewasaan melalui : kesadaran, tanggung jawab dan disiplin
3.Mengimplementasikan keutamaan Polisi dalam pemolisiannya bagi:
a.Kemanusiaan
b.Keteraturan Sosial
c.Peradaban
4.Menjadikan hasil didik sebagai Polisi yang profesional, cerdas, bermoral dan modern
5.Menjadi Ikon Kebhinekaan, Ikon Toleransi, Ikon Anti Korupsi dan Ikon Anti Narkoba

Pembelajaran di Lemdiklat Polri merupakan proses tranformasional :
a. Siap dan berani belajar dari kesalahan masa lalu
b. Siap menghadapi tuntutan, tantangan dan harapan masa kinI
c. Mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik

Lemdiklat Polri sebagai centre of excellet akan terus membangun dan mengembangkan model model pemolisian yang sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaan maupun kepentingan atau fungsinya dan juga yang berbasis dampak masalah.

Lemdiklat Polri menjadi penting dan mampu menjadi centre of excellent tatkala hasil didiknya mampu menjadi polisi yang profesional, cerdas, bermoral dan modern yang mampu memberikan jaminan keamanan dan rasa aman, mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas prima dan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang mendukung pembangunan nasional maupun memelihara keteraturan sosial bagi pembangunan peradaban bangsa.

Peradaban di era digital akan ditandai dengan sistem yang berbasis teknologi. Seni budaya merupakan suatu tanda olah rasa bagi persemaian tumbuh berkembangnya suatu peradaban, muncul digital art yang mampu menembus ruang waktu seolah melibas segala sesuatu yang tersekat ruang dan waktu. Apa saja bisa diperoleh dengan cepat dan berada di genggaman tangan. Kekuatan internet of thing dengan artificial intellegence seolah meruntuhkan gaya lama yang tradisional manual dan parsial.

Tatkala lembaga pendidikan masih ala feodal dan dilakukan pola parsial konvensional tentu akan dilibas. Proses pembelajaran dan hasil didik tidak akan mampu mendobrak atau menghasilkan sesuatu yang bisa dikatakan kontemporer atau kekinian. Timbul pertanyaan bagaimana pembelajaran dan memfungsikan lembaga pendidikan agar terus mampu bertahan hidup tumbuh dan berkembang di era digital? Lembaga pendidikan dengan pembelajarannya mau tidak mau dibongkar dari zona nyamannya sebagai suatu solusi sosial agar mampu menjadi ikon peradaban dan mendapatkan tempat dalam kehidupan sosial. Tatkala kehidupan sosial sebagian beralih ke balik layar dan kebersamaan beralih dalam tata kehidupan virtual maka segala sesuatu yang hard diganti yang soft, tidak sebatas yang tangible tetapi juga yang intangible.

Dalam tata kelola politik sosial budaya kemasyarakatan yang waras maka lembaga pendidikan akan mendapat ruang yang layak untuk menjadi persemaiannya agar terus hidup tumbuh dan berkembang. Tatkala lembaga pendidikan dan proses pembelajarannya terabaikan atau dalam tekanan atau pendiskriminasian apalagi dikerjakan sebatas tambal sulam yang administratif saja, maka dapat dikatakan rontoknya suatu peradaban dan hancurnya suatu kedaulatan bangsa. Segala sesuatu yang kontra produktif meraja lela, keutamaan tidak ditemukan kebendaan menjadi yang utama jiwa dan kemanusiaan akan dinomorsekiankan atau malah dibelenggu diperdaya bagai robot semata. (CDL)

Share