KPK Cegah 8 Pegawai BPK Riau di Kasus Bupati Meranti Nonaktif Muhammad Adil
TRANSINDONESIA.co | Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan pencegahan terhadap 11 orang di kasus suap Bupati Meranti nonaktif Muhammad Adil. Delapan orang diantaranya merupakan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pencegahan tersebut dilakukan agar memudahkan proses penyidikan. Sebab, penyidik KPK membutuhkan keterangan mereka dalam kasus tersebut.
“Dengan diperlukannya keterangan berbagai pihak sebagai saksi untuk menguatkan pembuktian unsur pasal dugaan suap yang diterima tersangka MA dkk maka KPK mengajukan cegah terhadap 11 orang untuk tetap berada di wilayah Indonesia,” kata Ali pada Senin, 15 Mei 2023.
Ali menyebut pencegahan tersebut berlaku untuk enam bulan ke depan. Sementara itu, pencegahan tersebut akan berakhir pada November 2023 nanti.
“Cegah dimaksud telah diajukan sejak 10 Mei 2023 pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI untuk 6 bulan pertama dan tentu dapat dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan,” ujar dia.
Oleh sebab itu, Ali meminta agar semua pihak yang diberlakukan cegah untuk bisa hadir dalam setiap pemanggilan KPK. “KPK mengharapkan sikap kooperatif dari para pihak tersebut untuk hadir dalam setiap penjadwalan pemanggilan yang disampaikan oleh penyidik,” kata Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan tersangka kasus suap di Pemerintahan Kabupaten Meranti pada 7 April 2023 lalu. Muhammad Adil selaku Bupati Meranti ditetapkan tersangka oleh KPK bersama dua orang lain yaitu M. Fahmi Aressa selaku Pemeriksa Muda BPK Riau dan Fitria Nengsih selaku Kepala BPKAD Pemkab Meranti.
Muhammad Adil diduga mengkordinasikan Satua Kepala Perangkat Daerah untuk memberikan setoran kepadanya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU). Ia disebut-sebut menerima 5-10 persen dari pemotongan anggaran UP dan GU tersebut.
Selain itu, Muhammad Adil juga diduga menerima gratifikasi sekitar Rp 1,4 miliar dari PT Tannur Muthmainnah. Gratifikasi tersebut diterima Adil karena telah memenangkan perusahaan tersebut dalam proyek pemberangkatan umroh takmir masjid di Kabupaten Meranti.
Muhammad Adil juga diduga memberikan suap kepada Fahmi Aressa selaku pemeriksa BPK Riau agar pemerintahannya mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Uang suap tersebut diberikan Adil kepada Fahmi Aressa melalui Fitria Nengsih dengan uang senilai Rp 1 miliar. [tempo]