Captive Mind Salah Kaprah Memahami Community Policing

TRANSINDONESIA.co |  Beberapa kali saya bertemu Prof Semiarto Aji menjelaskan bahwa:” mahasiswa STIK tidak berani berhubungan dengan saya apabila konsep community policing atau polmas ada kebaruan atau perbedaan”.

Saya jadi terkejut ternyata begitu mendalam persepsi salah kaprah memahami community policing yang ada. Saya berusaha merefleksi kembali mengapa sampai berpikiran seperti itu. Saya memaklumi bahwa hampir sebagian besar cara belajar menghafal masih menjadi kebanggaan. Saya mempelajari community policing semenjak diajar Prof Satjipto Raharjo di PTIK tahun 1996 sd 1998 dan saya kembangkan terus pada saat S2 dan S3 di Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia dalam konsep konsep community policing yang diajarkan Prof Parsudi Suparlan maupun Prof Mardjono dan Jenderal purn Kunarto.

Saya mempelajari community policing juga dr berbagai buku yang menunjukan community policing di Eropa, amerika dan asia.  Selain itu juga mengikuti berbagai kegiatan yang dilakukan lembaga donor seperti : JICA, IOM, Partnership, Asia Faoundation. Kesempatan bench mark tentang community policing juga saya ikuti seperti di Jepang, Singapura, Korea Selatan, Belanda, Amerika.

Saya semakin mendalami community policing tatkala ikut mengajar Hubungan Antar Suku Bangsa yang dikembangkan prof Parsudi Suparlan. Saya menemukan satu kalimat yang cukup mengena di hati saya dari buku ” Gereja Diaspora” (tulisan Rm Mangun Wijaya) yaitu : Anggiarnomento ( Satu Prinsip Seribu Gaya ).

Community policing semakin berkembang pada saat Kapolri Jenderal Sutanto dan bersama tim IOM menghasilkan Peraturan Kapolri no 737 tahun 2004 tentang Polmas. Dalam berbagai kebijakan hingga pembelajaran di lembaga lembaga pendidikan diajarkan tentang Polmas. Perdebatan penterjemahan policing antara pemolisian dengan perpolisian terus terjadi. Dengan berbagai argumentasinya. Polmas sering disalahpahami sebagai pemolisian masyarakat. Konsep dasar dari community tentu sangat berbeda dengan society. Pemolisian adalah segala usaha atau upaya yang dilakukan oleh polisi pada tingkat manajemen maupun operasional dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.

Saya berupaya menjabarkan terus tentang konsep pemolisian bahkan mencoba bagaimana mudah dipahami bukan dihafalkan melalui model 10 point. Inipun terinspirasi 10 program pokok PKK yang bagus namun hanya dipasang di kampung kampung dan dihafal sehingga sama sekali tak berbekas.

10 Point tentang Pemolisian;

1. Penyelenggaraan tugas polisi pada ranah birokrasi maupun masyarakat
2. Pada tingkat manajemen dan operasional
3. Preemtif, Preventif, Represif
4. Proaktif dan Problem Solving
5. Menyesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaannya
6. Berbasis wilayah
7. Berbasis fungsi
8. Berbasis dampak masalah
9. Dinamis dapat dikembangkan dalam berbagai model
10. Mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.

10 Point Pola Pola Pemolisian;

1. Pemolisian berbasis wilayah:
Pemolisian kawasan ( kota, lintasan, pantai dan perairan, hutan, industri dan pertambangan, pertanian dan perkebunan, perbatasan, pariwisata dsb)
2. Pemolisian berbasis Fungsi:
Fungsi Utama, Fungsi Pendukung, Fungsional
3. Pemolisian berbasis dampak masalah :
Akar masalah bukan urusan kepolisian tatkala menjadi masalah keteraturan sosial menjadi urusan polisi ( idieologi, politik, sosial budaya, ekonomi, teknologi dsb)
4. Pemolisian konvensional, lebih menegedepankan penegakan hukum, memerangi kejahatan, bersifat reaktif
5. Pemolisian kontemporer, lebih mengedepankan pencegahan, proaktif dan problem solving, kemitraan, keberadaan polisi menjadi ikon keamanan dan rasa aman, ikon keteraturan sosial, ikon peradaban
6. Community Policing
7. Community Oriented Policing
8. Smart Policing  ( conventional policing, Electronic Policing, Forensic Policing )
9. International Policing (Pemolisian Internasional )
10. Art Policing ( pemolisian dengan pendekatan seni budaya )

Di era digital dan di masa Pandemi Covid 19 saya mengembangkan konsep dan pemikiran tentang smart policing :

Trans Global

10 Point Smart Policing;

1. Mengharmonikan dan dapat menyatukan antar model pemolisian ( policing )
2. Siap memprediksi, menghadapi, merehabilitasi berbagai permasalahan yang mengganggu keteraturan sosial
3. Model pemolisian yang mampu berfungsi untuk lingkungan dan berbagai masalah konvensional, era digital, permasalahan yang berkaitan dengan forensik kepolisian
4. Dapat diimplementasikan tingkat lokal, nasional bahkan global
5. Mengatasi berbagai gangguan keteraturan sosial yang by design
6. Mengatasi keteraturan sosial dalam dunia virtual
7. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan publik secara prima dalam one stop service
8. Prediktif, proaktif dan problem solving
9. Menjembatani dan mengatasi dalam berbagai situasi dan kondisi emerjensi maupun kontijensi
10. Diawaki petugas polisi yang profesional, cerdas bermoral dan modern

Di era digital pengembangan pemolisian mengarah pada smart city.
10 Point Smart City dalam Pendekatan Road Safety Policing:

1. Mendukung SPBE ( Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik )
2. Model E Policing pada Fungsi Lalu Lintas
3. Didukung dg IT for Road Safety
4. Smart living and smart mobility
5. Quick Response Time
6. Berbasis Big Data System
7. One Stop Service
8. Pelayanan berstandar Prima
9. Sinergitas dengan para pemangku kepentingan lainnya
10. Mendukung pingkatan kualitas hidup masyarakat

Dalam pemolisian dalam masyarakat yang modern dan demokratis penegakan hukum dilakukan setidaknya ada 10 Point Polisi Menegakkan Hukum:

1. Menyelesaikan konflik secara bradab
2. Mencegah agar jangan terjadi konflik yang lebih luas
3. Melindungi, mengayomi dan melayani korban dan pencari keadilan
4. Membangun budaya patuh hukum
5. Adanya kepastian
6. Tetap memberikan jaminan dan perlindungan HAM
7. Transparan
8. Akuntabel
9. Edukasi
10. Membangun peradaban

Saya terimakasih kepada Prof Semiarto Aji yang memberitahukan pola pola captive mind yang terjadi dalam memahami community policing maupun polmas. Pemolisian akan terus berkembang seiring perubahan jaman dan akan semakin kompleks implementasinya secara conventional, secara elektronik maupun forensik yang prinsipnya sama namun gaya implementasinya bisa bervariasi menyesuaikan corak masyarakat dan kebudayaannya.

Di akhir tulisan ini saya ingin menyampaikan 10 pokok pokok mendasar tentang community policing:

1. Diimplementasikan berbasis geografi ( geographical community )
2. Diimplementasikan berbasis kepentingan ( community of interest)
3. Pemolisian yang mengedepankan dialog atau komunikasi sehingga polisi dengan masyarakat yang dilayani saling mengenal dari hati ke hati sehingga keberadaan polisi diterima dan di dukung warga masyarakat
4. Mengutamakan kemitraan
5. Mengedepankan upaya pencegahan
6. Dilakukan secara proaktif dan problem solving
7. Keberhasilan polisi bukan semata mata pada pengungkapan kasus atau perkara namun manakala tidak ada kasus atau perkara atau masalah
8. Keberadaan polisi menjadi ikon kedekatan, kecepatan, dan persahabatan
9. Berbasis pada demokrasi yaitu berupaya mewujudkan pada : supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan HAM, Transparan, akuntabel, ada pembatasan dan pengawasan kewenangan polisi.
10. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat yaitu terjaminnya keamanan dan rasa aman warga masyarakat

Polisi hakekat pemolisiannya ada pada : kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban yang sejatinya sebagai :  penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan. Chrysnanda Dwilaksana

Tegal Parang
Hari lahir Pancasila 010622

Share