Masjid “Taj Mahal Mini” Ramlie Musofa
TRANSINDONESIA.CO | Menyempatkan sholat di Masjid yang kerap disebut Taj Mahal Mini, yakni Masjid Ramlie Musofa, usai bersepeda keliling Danau Sunter.
Masjid ini sangat unik karena ada anggapan jika Taj Mahal melambangkan cinta Raja Shah Jehan dari Kerajaan Mughal kepada sang istri, Mumtaz Mahal. Masjid Ramlie Musofa ini disebut sebagai lambang cinta sang pendiri Bapak Haji Ramli Rasidin, seorang mualaf beretnis Tionghoa, pertama kepada Allah SWT, kedua kepada Islam, ketiga kepada keluarga.
Lambang cinta Bapak Ramli kepada keluarganya terpatri di balik nama Masjid ini. ‘Ramlie’ merupakan gabungan awal nama Ramli Rasidin dan sang istri Lie Njok Kim. Sedangkan ‘Musofa’ diambil dari suku kata awal pada nama anaknya, yakni Muhammad, Sofian, dan Fabian
Sebagai seorang mualaf yang mengucap syahadat di Aceh pada tahun 1964, ketika beliau berusia 19 tahun. Bapak Ramli seperti yang diriwayatkan anak keduanya Sofian Rasidin berharap keberadaan masjid ini mampu membuat lebih banyak orang mengenal Islam, terutama dari etnis tionghoa, bahkan penulisan nama masjid dan surah Al Fatihah digrafier sepanjang kedua sisi tangga masuk masjid menggunakan bahasa tionghoa agar lebih banyak masyarakat tionghoa yang dapat membacanya dan memahami maknanya lebih-lebih masuk Islam seperti dirinya
Bapak Ramli sendiri telah berpulang Agustus tahun lalu, namun insyaAllah Masjid ini akan dicatat sebagai amal jariyah beliau yang pahalanya terus mengalir dan memberi syafaat di yaumul akhir.
Ada hal yang juga menarik ketika sholat Maghrib berjamaah di masjid ini, yakni lantunan surah Al Qiyamah dari sang imam masjid yang terdengar begitu merdu dan syahdu sehingga menambah kekhusyuk’an ibadah sholat
Penasaran dengan sosok yang melantunkan surah tersebut, usai sholat saya langsung bertemu dengan sang imam yang tak disangka berumur begitu muda yakni masih 22 tahun. Namanya Ikhwan Fauzul Alawy, pemuda asal Sawahpeuteuy Desa Pancasura Kec Singajaya Kabupatén Garut ini baru menjadi Imam Masjid Ramlie Musofa sejak November lalu.
Kami pun ngobrol, Ikhwan bercerita bagaimana ia bisa menjadi salah satu imam di Masjid Ramlie Musofa. Awalnya Ikhwan hanya diminta ibundanya untuk merekam hafalan mengaji, yang tak disangka dikirimkan oleh ibundanya ke salah satu Imam di Masjid ini dan membuat pihak Masjid tertarik untuk memboyong Ikhwan sebagai imam masjid
Dia bercerita bahwa keberangkatannya begitu tiba-tiba bahkan Ikhwan hanya membawa Rp 250 ribu. Sesampainya di Jakarta dan tiba di Masjid Ramlie Musofa, Ikhwan langsung berkata “Allahuakbar masjidnya besar sekali,” yang menandakan dia begitu terkesan dengan bangunan masjid yang berada di seberang Danau Sunter ini.
Dia juga menceritakan kesannya sebagai imam Masjid Ramlie Musofa dimana masjid ini menjadi bagian yang penting dalam proses mendewasakan diri, membuatnya semakin mandiri, dan yang tak kalah penting memberikan ketenangan hati karena menjadi sesorang yang merawat dan mengelola rumah Allah SWT.
Masjid Ramlie Musofa memang sangat berkesan, bukan hanya memukau dari segi arsitekturnya tetapi juga menjadi contoh manajemen rumah ibadah yang baik dimana menjadi perintis kegiatan umat lewat berbagai cara kekinian. Salah satunya adalah dakwah melalui media daring, selain itu Masjid ini juga menjadi tempat beribadah dan persinggahan bagi para musafir yang kebetulan melewati Danau Sunter.
Semoga Masjid Ramlie Musofa selalu dirahmati Allah SWT dan kapan-kapan bisa mampir kembali ke sini.**
Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan