TRANSINDONESIA.CO – Seringkali kita memuja atau mengutamakan alat atau sarana dan mengabaikan tujuan. Sistem merupakan suatu sarana dalam mendukung pencapaian tujuan. Tujuan merupakan hakekat dari sesuatu atas proses yang menjadi puncak pencapaian atas proses tersebut.
Sistem sosial misalnya sistem sistem yang ada dalam kehidupan sosial baik itu politik ekonomi seni budaya hukum teknologi dll merupakan proses atau sarana mencapai keadilan sosial maupun kesejahteraan sosial atau peradaban yang mampu membuat kehidupan sosial semakin memanusiakan manusia. Manusia menjadi fokus utama. Demi keamanan misalnya maka manusia dan kemanusiaannya bisa diabaikan bahkan dikorbankan demi keamanan.
Menyerang sistem dalam berbagai cara ala premanisme pun seakan menjadi kepahlawanan. Sebagai contoh menjadikan korupsi sebagai label untuk menyerang menghakimi secara sosial. Anti korupsi merupakan sistem atau sarana bukan tujuan. Tujuannya adalah mensejahterakan kehidupan sosial yang berbasis keadilan sosial.
Di sinilah sistem anti korupsi dapat dinilai dan diukur antara lain dari : pemimpin dan kepemimpinan, sistem reformasi birokrasi, sistem elektronik dan sistem penegakkan aturan dan akuntabilitasnya.
Pemimpin dan kepemimpinan tatkala masih dalam koridor produk KKN dan produk hutang budi maka kebijakannya bukan pada anti korupsi. Mereka akan menjadi agen tentakel sistem yang korup. Dari mencari pengembalian modal sampai mencari keuntungan atas kewenangannya.
Kesibukannya habis untuk membalas budi. Di sinilah letak kualitas dari pemimpin dan kepemimpinannya tatkala berbasis pendekatan personal maka akan melanggengkan sistem yang sarat KKN yang menjadikan lingkungan kerjanya menjadi pasar tawar menawar wani piro oleh piro.
Sistem reformasi birokrasi yang bukan sebatas lip service namun benar benar berani merubah core valuenya untuk mendasari perubahan mind set bahkan culture setnya. Tatkala masih banyak peluang terjadinya penyimpangan ini juga akan terus menggurita bagai sarang naga yang tak tersentuh atau siapapun yang akan menyentuh pasti dikeroyok dihakimi bahkan dimatikan hidup dan kehidupannya. Meminimalisir terjadinya peluang menyimpang inilah yang semestinya menjadi ukuran dari reformasi birokrasi.
Sistem elektronik sebagai sarana pendukung point di atas semestinya menjadi jerat dan jebakan tikus. Namun sayangnya seringkali menjadi sarang tikus. Lagi lagi proyek elektronik sarat kepentingan dan premanisme yang mengagungkan KKN menjadi keunggulan dan kebijakan. Membangun sistem elektronik berbasis IPO yang ada pada back office aplication dan net work yang semuanya itu merupakan IoT dan AI yang menjadi sistem recognize yang dapat mendukung pembangunan sistem big data.
Sistem tersebut mampu merecognize menganalisa dan menghasilkan produk yang berupa algoritma dalam bentuk info statistik info grafis dan info virtual yang on time any time dan real time. Yang dapat digunakan sebagai prediksi antisipasi dan solusi.
Sistem penegakkan akuntabilitas atau pertanggungjawaban kepada publik maupun institusi secara profesional maupun personal. Akuntabilitas secara moral yang menunjukkan bahwa semua dimulai dari niatan yang baik dan benar. Di sini ditunjukkan dari grand strategi aturan dan penyiapan SDMnya menjadi satu kesatuan yang utuh. Etika kerja yang berkaitan dengan do dan dont benar-benar menjadi acuannya.
Akuntabilitas secara hukum ini menunjukkan secara hukum dapat dikatakan tidak menyimpang atau melawan hukum yang ada. Akuntabilitas secara administrasi dapat ditunjukkan secara perencanaan proses laporan dan dokumen pendukungnya secara baik dan benar. Akuntabilitas secara fungsional, apa yang dikerjakan menunjukkan suatu upaya pencapaian tujuan dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sarana memang menggiurkan tatkala ada angka dan dijadikan bancakan sumber daya. Ini yang semestinya diluruskan untuk kembali melihat pada pencapaian tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral, secara hukum, secara administrasi dan secara fungsional.**
[Chryshnanda Dwilaksana]