YTM Mengadu ke Komnas HAM, Kompolnas dan Koalisi Anti Persekusi

TRANSINDONESIA.CO – Bukan tidak percaya dengan penegak hukum di Sumatera Barat, tetapi fakta yang terjadi di Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mendorong Yayasan Tanjung Manggopoh (YTM) berupaya mencari keadilan di Ibukota.

Awal mula perseolaan ini adalah dari keinginan Para Ninik Mamak Suku Tanjung, agar di dalam kaumnya terwujud kesejahteraan dan kemakmuran yang berkeadilan, dengan menjadikan lahan untuk kebun sawit di Manggopoh seluas 1.284 Hektare dikelola oleh yayasan (YTM.red), setelah sebelumnya pengelola, KUD Manggopoh II tidak sanggup mengelolanya dan juga telah bermunculan sedikitnya 46 Sertifikat ASPAL (Asli tapi palsu.red) yang telah dibatalkan oleh Pengadilan dan berakhir PK di Mahkamah Agung, dengan posisi hukum inkrah Ninik Mamak Suku Tanjung harus kembali mengelola lahan yang dianggap rentan dari berbagai kepentingan  itu.

“Sejak tahun 2001, kami Ninik Mamak Suku Tanjung berupaya meluruskan kesalahan yang telah terjadi dilahan yang sebelumnya kami serahkan kepada Pemerintah Tk. II Kabupaten Agam ini. Sehingga pada akhirnya dengan Keputusan Mahkamah Agung Nomor: 156 PK/Pdt/2014 Tanggal 10 Juli 2014, menyelesaikan masalah hukum kepemilikan dan masalah sertifikat ASPAL oleh pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap ulayat Suku Tanjung,” ungkap H. SYAHREL Dt. BINTARO RAJO, Selain Ninik Mamak juga sekaliggus Ketua Yayasan Tanjung Manggopoh, itu.

Bukti pengaduan YTM ke Kompolnas

Lebih lanjut Syahrel menjelaskan, bahwa secara defacto and de jure (inkrah) Ninik Mamak kembali mengambil alih pengelolaan lahan tersebut, karena sudah terlalu banyak kepentingan yang tidak baik bermunculan. Namun, masalah tersebut tidak berhenti. Menurutnya belasan tahun hingga tahun 2017 pihak – pihak yang tidak senang selalu melakukan aksi sepihaknya.

Aksi sepihak yang sangat merugikan Kaum Suku Tanjung dan YTM pernah terjadi beberapa kali dengan aksi yang masih terbilang kecil. Namun tahun 2016 dan tahun ini (2017.red) aksi makin merajalela. Pada tanggal 26 Februari 2016 Massa yang mengaku berhak, menduduki lahan tersebut kurang lebih 2,5 bulan lamanya, tetapi pada akhirnya hengkang, karena memang apa yang mereka lakukan tersebut sangat tidak bermoral dan melawan hukum.

Share
Leave a comment