Satgas Perumahan, Hasyim Djojohadikusumo: 9,9 Juta Keluarga Belum Miliki Rumah

TRANSINDONESIA.co | Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan sebanyak 9,9 juta keluarga belum memiliki rumah sendiri. Kekurangan (backlog) rumah ini paling tinggi meliputi wilayah Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

“Untuk backlog kepemilikan rumah didominasi oleh segmentasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR dengan total mencapai 5,67 juta rumah tangga. Sedangkan sisanya yakni sekitar 2,59 juta merupakan masyarakat miskin,” ungkap Hashim Djojohadikusumo di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Dikatakannya, tidak hanya masalah backlog, Satgas Perumahan juga mencatat terdapat 26,9 juta rumah tangga yang tinggal di rumah tak layak huni. Karena itu, sektor perumahan menjadi salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

Lebih lanjut adik kandung Presiden Prabowo ini  mengatakan, setiap tahun terdapat kekurangan suplai rumah sebesar 600.000 unit rumah, namun  ketersediaan hunian hanya mencapai 400.000 unit. Sehingga menyebabkan adanya kebutuhan hunian yang semakin besar.

“Penyelesaian masalah suplai pada sektor perumahan perlu segera mendapat perhatian. Tantangan seperti regulasi yang rumit hingga ketersediaan lahan yang terbatas perlu segera diselesaikan pemerintah,” ujarnya.

Terpisah, Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Hari Ganie, menyampaikan bahwa salah satu titik berat Pemerintah Prabowo-Gibran dibidang perumahan adalah penyediaan rumah layak huni di Kawasan Pedesaan sebanyak 2 juta unit.

“Ini berarti akan ada sebanyak 25 ribu unit rumah per bulan baik baru maupun renovasi disetiap desa. Demikian juga untuk kawasan perkotaan yang ditargetkan di angka 1 juta unit rumah,” ujar Hari dalam diskusi Banking & Property Outlook 2025 bertema “Era Baru Kebangkitan Industri Properti” diselenggarakan oleh Indonesia Housing Creative Forum dan Urban Forum dikutip Rabu (11/12/2024).

“Sekarang program 3 juta rumah, diperlukan cara baru seperti pemberian insentif. Adanya insentif Pajak Pertambahan Nilai Di Tanggung Pemerintah (PPN DTP) merupakan salah satu contoh regulasi yang dibutuhkan di tahun depan. Sebab insentif PPN DTP terbukti dapat mendorong penjualan properti di tahun ini,” ungkapnya.

Hari meyakini, bisnis properti di tahun 2025 terus mengalami perkembangan yang signifikan. Tren bisnis properti akan terus membaik, seiring dengan membaiknya iklim investasi dan politik di tanah air.

“Apalagi setelah Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) mewacanakan menambah alokasi KPR bersubsidi untuk 800 ribu unit rumah tahun 2025,” ungkapnya.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, mengatakan jika pemerintah terus melakukan singkronisasi terhadap aturan-aturan yang menghambat dan menghilangkan ego sektoral, Apersi optimis program 3 juta rumah bisa tercapai.

“Kementerian PKP diharapkan bisa maksimal melakukan singkronisasi dengan kementerian atau lembaga lain terhadap aturan yang menghambat dunia usaha dan terus melakukan terobosan, khususnya cakupan kepemilikan rumah bagi pekerja sektor informal,” imbuhnya.

Sementara, Ketua Umum Asosiasi Srikandi Pengusaha Properti Indonesia (SRIDEPPI), Risma Gandhi, menuturkan bahwa salah satu yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam program 3 juta rumah adalah penyediaan rumah bagi pekerja migran Indonesia (PMI).

Selama ini, sulit bagi pekerja migran untuk bisa memiliki rumah, padahal mereka adalah penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas. Akibatnya mereka bikin rumah secara swadaya, atau pakai KPR tetapi meminjam nama saudaranya,” terangnya.

Dia minta agar Kementerian PKP dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) harus bisa mengupayakan dan merealisasikan kredit murah bersubsidi untuk para PMI atau Pembiayaan proses penempatan melalui Kredit Usaha Rakyat dan memberikan Kredit Tanpa Agunan.

Menurut VP Subsidized Mortgage Division Bank Tabungan Negara (BTN), Nur Ridho, bagi perbankan program 3 juta rumah ini jelas memberi sinyal positif dan mendorong industri pembiayaan properti akan ikut bangkit. Karena itu pihaknya juga telah mengusulkan penambahan kuota rumah subsidi di tahun depan.

“BTN sudah menyiapkan beberapa skema pembiayaan untuk mendukung Program 3 Juta Rumah tipe rumah subsidi. Mulai dari Rumah Desa Sehat, Rumah Sejahtera, dan Rumah Perkotaan. Ketiganya memiliki masa tenor yang panjang, sampai dengan 30 tahun,” jelasnya.

Direktur Operasional PT Motive Mulia, Produsen Beton Merah Putih, Akhmad Syamsuddin, menyebut bahwa Program 3 Juta Rumah bukan hanya sebuah kesempatan, tetapi juga tantangan bagi semua pemangku kepentingan di industri properti.

“Tantangan tersebut meliputi bagaimana menyeimbangkan aspek kualitas rumah dengan harga yang terjangkau, mengingat semakin sempitnya lahan perumahan dan meningkatnya biaya konstruksi,” sebutnya.

Oleh karena itu, kolaborasi semua pihak sangat diperlukan untuk memberikan solusi pembangunan perumahan yang berkualitas, efisien dalam hal biaya, serta memiliki waktu pembangunan yang cepat. Keberadaan Beton modular pracetak menjadi solusi tepat untuk mendukung target pemerintah dalam penyediaan perumahan berkualitas dan terjangkau bagi masyarakat.

Sistem modular Beton Merah Putih juga telah mengadopsi teknologi dan bahan ramah lingkungan yang semakin dibutuhkan dalam pembangunan masif dan berkelanjutan, sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk pelaksanaan proyek nasional.

“Solusi Prefabricated Modular Concrete akan mengurangi waktu dan biaya pembangunan secara signifikan, sehingga sangat relevan dan tepat untuk implementasi berbagai proyek hunian di kawasan perkotaan yang memerlukan pembangunan cepat dengan biaya terjangkau, seperti program 3 juta rumah ini,” katanya. [met]

Share