Bebas Pajak Impor Susu Tak Adil dan Ancam Ketahanan Pangan

TRANSINDONESIA.co | Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menyoroti aksi protes peternak sapi perah yang kecewa dengan kebijakan pembatasan kuota di Industri Pengolahan Susu (IPS). Daniel mengkritik ketidakadilan regulasi yang menyebabkan peternak penghasil susu dalam negeri terpuruk.

“Kebijakan itu harus pro rakyat jangan sampai bikin susah. Giliran impor bebas pajak, sementara rakyat kita sendiri dipajakin dalam berbagai aspek,” ujar Daniel Johan dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/11/2024).

Seperti diketahui, peternak susu perah di berbagai daerah melancarkan aksi protes dengan melakukan mandi susu hingga membuang susu perah secara cuma-cuma lantaran industri dituding lebih memilih menggunakan susu impor.

Kontrol dari Pemerintah pun dianggap kurang karena keran impor susu dibuka luas dan tidak ada pajak untuk susu dari luar negeri. Eksportir ke Indonesia seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) sehingga harga susu impor lebih murah 5 persen dari susu lokal.

Para peternak sapi merasa dirugikan dengan adanya kebijakan pembatasan dari IPS yang lebih memilih menggunakan susu impor. Padahal Peraturan menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018 telah menetapkan kewajiban agar perusahaan pengolahan susu bekerja sama dengan koperasi peternak rakyat untuk menyerap susu sapi perah.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20 persen dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu. Daniel pun mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi aturan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor susu impor.

“Pemerintah harus melindungi peternak lokal dengan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan adil dan mendukung kemajuan bangsa sendiri,” tegasnya.

Kebijakan pembatasan IPS buntut membanjirnya susu impor ini menyebabkan serapan susu lokal menurun drastis. Sebagai contoh, produksi susu harian di Boyolali mencapai 140.000 liter, tetapi hanya 110.000 liter yang dapat diserap oleh pabrik.

“Pembatasan ini tidak hanya merugikan peternak secara finansial tetapi juga menyebabkan ketidakpastian dalam usaha mereka. Banyak peternak terpaksa membuang susu karena tidak ada tempat untuk menjualnya,” ungkap Daniel.

“Aksi mandi susu hingga membuang susu oleh peternak menunjukkan tingginya frustrasi mereka terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan merugikan,” imbuh Legislator dari dapil Kalimantan Barat I itu. [man]

Share