PBB Minta Pemerintah Indonesia Selamatkan Kapal Rohingya
TRANSINDONESIA.co | Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) meminta pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan sebuah kapal yang tengah terombang-ambing di lepas pantai barat Aceh, di mana kapal tersebut berisikan lebih dari 100 pengungsi Rohingya, termasuk perempuan dan anak-anak.
Etnis Rohingya yang sebagian besar beragama Islam, mengalami persekusi di Myanmar, dan ribuan orang mempertaruhkan nyawa mereka setiap tahun berlayar melintasi lautan yang luas dan berbahaya untuk mencapai Malaysia atau Indonesia.
Perahu tersebut telah berlabuh sekitar empat mil atau sekitar 6,4 kilometer dari lepas pantai Aceh, tetapi pada Senin (21/10), sebuah kapal bantuan menariknya ke jarak 1 mil.
“UNHCR mendesak otoritas untuk memastikan penyelamatan di laut dan pendaratan yang aman bagi kelompok yang putus asa ini,” kata Faisal Rahman, mitra perlindungan UNHCR di Indonesia.
“UNHCR dan para mitra siap untuk mendukung dan memberi bantuan yang sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang rentan ini,” kata Rahman dalam sebuah pernyataan pada Senin malam.
Rahman menambahkan bahwa sebelumnya pada Kamis (17/10), lima orang Rohingya dievakuasi untuk mendapat perawatan medis di rumah sakit setempat. Menurut pejabat setempat, satu orang meninggal saat berada di atas kapal.
Yuhelmi, juru bicara wilayah kecamatan Aceh Selatan, mengatakan kepada kantor berita AFP pekan lalu bahwa penduduk setempat sedang menunggu kedatangan petugas imigrasi sebelum mengambil keputusan mengenai langkah selanjutnya.
Rahman mengatakan negosiasi antara PBB dan pemerintah sedang berlangsung.
Indonesia bukan penandatangan konvensi pengungsi PBB sehingga Indonesia tidak bisa dipaksa untuk menerima pengungsi dari Myanmar, dan meminta negara-negara tetangga untuk berbagi beban dan memukimkan kembali orang-orang Rohingya yang tiba di pantai-pantainya.
Banyak warga Aceh, yang memliki kenangan akan konflik berdarah selama puluhan tahun, bersimpati dengan penderitaan sesama Muslim.
Namun, sebagian lainnya mengatakan kesabaran mereka telah diuji, dengan mengatakan bahwa orang Rohingya menghabiskan sumber daya yang terbatas, dan terkadang berkonflik dengan penduduk setempat.
Pada bulan Desember 2023, ratusan mahasiswa memaksa relokasi lebih dari 100 pengungsi Rohingya, menyerbu gedung serbaguna di Aceh tempat mereka berlindung, dan menendang barang-barang mereka. [voa]