Ratusan Triliun Rupiah Terbuang: Ironi Ketahanan Pangan di Tengah Kelaparan

TRANSINDONESIA.co | Setiap 16 Oktober, dunia memperingati Hari Pangan Sedunia sebagai refleksi atas pentingnya ketersediaan pangan bagi semua. Namun di Indonesia, kenyataannya ratusan triliun rupiah terbuang setiap tahun dalam bentuk sampah makanan, sementara jutaan orang masih kelaparan. Kementerian PPN/Bappenas melaporkan bahwa Indonesia membuang 23 hingga 48 juta ton makanan per tahun selama periode 2000–2019, setara dengan Rp231 hingga Rp551 triliun per tahun atau 4% hingga 5% PDB. Ironisnya, makanan yang terbuang ini dapat memberi makan 30% hingga 40% populasi yang paling rentan.

Makanan terbuang tak hanya menciptakan kerugian ekonomi, tapi juga berdampak pada lingkungan, seperti peningkatan emisi gas rumah kaca dari sampah makanan. FAO memperkirakan 735 juta orang di dunia, termasuk 25 juta jiwa di Indonesia, masih menghadapi kelaparan pada tahun 2023.

Kehilangan pangan terjadi di berbagai tahapan, baik di rantai produksi (food loss) maupun distribusi dan konsumsi (food waste), menciptakan kerugian ekonomi yang mencapai Rp346 triliun per tahun. Sampah makanan juga menyia-nyiakan air, tanah, dan energi yang digunakan untuk memproduksi bahan pangan, sekaligus memperparah krisis iklim.

Mengatasi masalah ini membutuhkan pendekatan terpadu, seperti pertanian cerdas iklim dan perubahan perilaku konsumsi. Edukasi untuk mengurangi pemborosan makanan perlu ditingkatkan, begitu juga sistem distribusi pangan agar makanan tidak terbuang sia-sia.

Hari Pangan Sedunia bukan sekadar seremoni, tetapi panggilan untuk bertindak. Kita harus menghargai pangan dan mengelola sumber daya dengan bijak demi ketahanan pangan berkelanjutan.

“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al Isra: 27).

Selamat Hari Pangan Sedunia

Aris Yulianto
Pemimpin Redaksi Transindonesia.co

Share