Edy Rahmayadi Akui Kinerja Dinkes Sumut Berhasil Atasi Covid-19, KAHMI Gelar Bedah Kasus Bebaskan Dokter Alwi

TRANSINDONESIA.co | Mantan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengakui Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumut sebagai pejuang Covid-19 yang diawaki dr. Alwi Mujahit Hasibuan sebagai Kadinkes berhasil menangani wabah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan belahan dunia pada tahun 2020.

“Alhamdulillah Sumut peringkat kedua terbaik secara nasional penanganan pandemi,” aku Edy Rahmayadi yang kini kembali mencalonkan sebagai Gubernur Sumut saat bertemu masyarakat Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, pada Selasa 1 Oktober 2024.

Hak tersebut diceritakan Edy Rahmayadi ketika berkisah awal ia menjabat Gubernur pada 5 September 2018, sudah mendapat tagihan utang dana bagi hasil dari pemerintah pusat sebesar Rp 1,7 triliun yang harus segera dibayar.

Edy langsung mengambil kebijakan membereskan utang pemerintah Sumut itu agar pembangunan di 33 kabupaten dan kota tidak stagnan.

Ternyata, utang yang dimiliki Pemprov Sumut tidak hanya DBH. Ada juga utang ke PT Inalum sekitar Rp 500 miliar. Pembayaran utang itu relatif membuat pihaknya saat itu tak bisa bekerja.”Kata guru ngaji saya, kalau punya utang, duluan kan dibayar. Selama dua tahun, APBD tersedot Rp 2 triliun lebih,” kata Edy.

Edy melanjutkan kisahnya, setelah memberesi hutang hutang Pemprov, pada tahun 2020 ia ingin mulai bekerja membangun Sumut sesuai visi misi Era Mas. Namun, Covid-19 melanda dunia, dan saat itu Presiden Joko Widodo meminta semua daerah wajib melakukan refocusing APBD untuk penanganan pandemi.

Sayangnya, pengakuan jenderal bintang tiga purnawirawan itu berhasil menangani Covid-19 di Sumut tetapi Kepala Dinas Kesehatan Sumut dr. Alwi Mujahit Hasibuan “terpidanakan” akibat vonis korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 yang berhasil meraih peringkat kedua nasional.

Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu, tak beraksi membela anakbuahnya Alwi Hasibuan dan kawan-kawan yang menjadi garda terdepan berkerja dan mempertaruhkan nyawa dalam menangani Covid-19 di Sumut, hingga dijatuhi vonis penjara 10 tahun oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, pada Jumat 16 Agustus 2024.

Banyak dugaan, kasus yang menjerat Alwi Hasibuan merupakan “rekayasa” dan “dipaksakan” karena dorongan persaingan jabatan di jajaran Pemprov dan dugaan “pecah kongsi” Edy Rahmayadi dengan Wagubnya Musa Rajeksha. Juga bagian mematahkan Edy Rahmayadi untuk maju kembali sebagai calon gubernur. Hal ini terlihat, Edy Rahmayadi yang terseok-seok karena ditinggalkan partai pendukung saat gelaran Pilgub 27 Juni 2018 lalu.

Beruntung, PDI Perjuangan yang merupakan partai rival Edy Rahmayadi saat Pilgub 2018, menggaet Ey Rahmayadi sebagai Cagubsu berpasangan dengan Hasan Basri Sagala.

Salah satu kuasa hukum Alwi Hasibuan, Akhmad Johari Damanik mengatakan putusan Hakim hanya cap dakwaan Kejaksaan tanpa melihat fakta persidangan.

Trans Global

“Bahwa putusan adalah sebuah kebohongan, dakwaan jaksa yang tidak ada fakta. Karena semua sanksi yang dihadirkan mematahkan dakwaan jaksa yang bekerja kilat dari mulai menetapkan status tersangka hingga pelimpahan ke pengadilan,” ungkap Johari Damanik pada acara Justice Talkshow dengan tema “Bebaskan Dokter Alwi” digelar secara online, pada Ahad 8 Agustus 2024.

Putusan hakim mendakwa Alwi Hasibuan melakukan tindak pidana korupsi, dinilai tak berdasar dan mengingkari fakta-fakta hukum yang sesungguhnya terungkap dalam persidangan.

Jauhar Damanik menambahkan telah terjadi kesewenang-wenangan, juga menyebut dakwaan Jaksa dan vonis Hakim hanya berdasarkan kebohongan, termasuk tidak terbukti adanya aliran uang hasil korupsi kepada dr. Alwi. 00

“Berdasarkan sesuai fakta dan hakul yakin tidak ada Alwi menerima dana seperti dakwaan. Apa yang terjadi di pengadilan adalah kesewenangan, dan sangat tidak adil. Ini bukan sekedar persoalan hukum semata tapi masalah besarnya adalah keadilan. Dengan membuat hakim tidak terpenjara dengan memvonis orang tidak bersalah,” ucap Jauhari Damanik.

Berdasarkan hal hal di atas, dr. Alwi bersama kuasa hukum telah melakukan perlawanan dengan mengajukan banding atas putusan hakim.

Upaya banding “Pejuang Covid-19” ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Relawan, para tenaga kesehatan (Nakes) Sumut yang menjadi garda terdepan penanganan wabah pandemi yang mematikan.

Para civitas, akademisi, dan tidak ketinggalan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) juga menjadi garda terdepan dalam mendukung dr. Alwi mengajukan banding.

Bahkan, KAHMI dalam waktu dekat akan menggelar bedah kasus ini ke ranah publik untuk diuji kebenaran kasus dr. Alwi.

“Tidak berharap pengurangan hukuman tapi bebas murni, titik titik kelemahan perlu diperbaiki dan dibawa ke ranah publik untuk diuji menghadirkan instansi seperti BPK.  Mahkamah Agung melihat alat bukti dakwaan itu lemah dan tuduhan kabur.  Di mana penanganan secara berjenjang dalam mengatasi Covid-19. Kalau ini dilakukan sampai kepada Jokowi sebagai presiden, harus dibuka di Mahkamah Agung. Di mana Pengadilan Tinggi dapat diawasi publik,” kata KAHMI Sumut Prof. Hasim Purba dalam acara Justice Talkshow dengan tema “Bebaskan Dokter Alwi”.

Sementara, Ketua KAHMI Medan, dr. Delyuzarde Harris, mengatakan semua orang berhak mendapatkan keadilan. Harus ada gerakan, bedah kasus, publish menyadarkan masyarakat dan pelaku hukum sebagai pengawal dari panglima hukum.

“Mohon Dewan Pakar membantu kita melakukan Seminar Bedah Kasus dr. Alwi dengan juga mengundang pembicara eksternal seperti pakar alat bantuan bencana Prof. M. Zilal Hamzah,” ungkap dr. Delyuzar mempersiapkan seminar bedah kasus “Bebaskan Dokter Alwi”, Selasa 1 Oktober 2024. [sfn]

Share