Muslim Amerika Serikat Bisa Unjuk ‘Kekuatan Politik’ dalam Pemilu November

TRANSINDONESIA.co | Jumlah populasi Muslim di AS kurang dari dua persen. Tetapi, seperti dilaporkan wartawan VOA Kane Farabaugh, pengaruh Muslim dalam pemilu AS semakin meningkat, antara lain didorong oleh kekhawatiran akan perang yang berlanjut antara Israel dan Hamas.

Di pinggiran kota Chicago, Illinois, Bridgeview, yang juga dikenal sebagai “Little Palestine,” para pekerja di kedai kopi Qahwah menyajikan pasokan produk kopi yang tampak tak ada habisnya kepada warga Amerika Palestina yang keluar masuk toko itu.

“Ke mana pun Anda pergi di daerah ini, Anda akan melihat orang-orang yang jelas-jelas Muslim,” komentar Deanna Othman.

Deanna Othman mengajar di sekolah Islam setempat dan sering datang ke Qahwah. Isu terpenting bagi Othman dalam tahun pemilu ini adalah mengakhiri perang antara Israel dan Hamas, yang ditetapkan Amerika Serikat sebagai kelompok teroris.

Perang dimulai dengan serangan Hamas terhadap Israel tahun lalu yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan penangkapan 250 sandera. Serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 41.000 warga Palestina, jumlah yang menurut Israel mencakup ribuan militan. “Untuk mendapatkan suara saya, saya harus mendapatkan komitmen untuk segera mengakhiri genosida ini,” sebutnya.

Banyak orang di “Little Palestine” memiliki kekhawatiran yang sama dengan Othman.

Cook County, yang mencakup Chicago dan Bridgeview, adalah rumah bagi komunitas Palestina terbesar di AS. Di negara bagian Illinois terdapat sekitar 475.000 Muslim atau 3,7 persen dari total populasi.

Tabitha Bonilla, dosen Kebijakan Sosial di Northwestern University, mengatakan komunitas Palestina di sana “Merupakan minoritas yang cukup besar dan mereka cenderung memilih (Partai) Demokrat.”

“Di Illinois, mereka tidak mungkin akan memengaruhi hasil pemilu, tetapi di negara bagian seperti Michigan, jumlah Muslim yang memiliki hak suara diperkirakan sekitar 200.000 orang. Dan sebagai referensi, selisih antara Partai Republik dan Demokrat dalam pemilu terakhir adalah 150.000 orang. Jika ke-200.000 pemilih memutuskan tidak memberikan suara atau tidak memilih Demokrat, itu benar-benar akan berdampak pada hasil pemilu di negara bagian seperti Michigan,” komentarnya.

Layla Elabed, organisator politik komunitas di Michigan, adik dari anggota DPR yang mewakili negara bagian itu, warga Amerika Serikat keturunan Palestina, Rashida Tlaib. Dia mengatakan bahwa “Orang-orang di Michigan tahu betul dampak bom-bom yang didanai Amerika.”

“Kami ingin mengubah arah kebijakan saat ini, dan mengadopsi kebijakan yang akan menyelamatkan nyawa warga Palestina dan mengakhiri pendudukan wilayah Palestina,” jelasnya.

Keith Ellison, jaksa agung Minnesota, salah seorang Muslim pertama yang menjadi anggota DPR di Kongres Amerika Serikat. “Komunitas Muslim”, kata Ellison, “tidak hanya di Michigan tetapi di hampir setiap negara bagian, lebih aktif, lebih terlibat daripada sebelumnya.”

“Komunitas Muslim Amerika memiliki kekuatan politik yang lebih kuat daripada sebelumnya, dan mereka mulai menyuarakan pendapat mereka,” kata Keith Ellison.

Deanna Othman mengatakan, dia berharap ada nama lain yang tertera pada surat suara pemilihan umum. “Menurut saya, mayoritas orang di daerah ini tidak ingin memilih Demokrat atau Republik,” komentarnya.

Dewan Hubungan Amerika-Islam, atau CAIR, memperkirakan lebih dari 2,2 juta warga Muslim AS adalah pemilih terdaftar pada pemilu tahun ini. Dikatakan bahwa jumlah tersebut merupakan peningkatan lebih dari satu juta sejak pemilihan paruh waktu dua tahun lalu. [voa]

Share