Dua Jurnalis Al Jazeera Tewas dalam Serangan Israel di Gaza
TRANSINDONESIA.co | Dua jurnalis Al Jazeera tewas dalam serangan Israel di Gaza utara pada hari Rabu (31/7), kata jaringan berita satelit itu. Mereka adalah jurnalis Palestina terbaru yang berafiliasi dengan Al Jazeera yang tewas di wilayah kantong yang dilanda perang itu.
Koresponden Ismail al-Ghoul, 27 tahun, juru kamera Rami al-Rifi dan seorang anak yang tidak diidentifikasi, tewas dalam ledakan yang menghantam sebuah mobil di Kota Gaza yang ditumpangi ketiganya. Hal itu disampaikan jaringan berita tersebut, dan juga Layanan Darurat dan Ambulans, yang biasa membantu penanganan dan pengangkutan korban ke rumah sakit di seluruh Gaza.
Kedua jurnalis itu telah membuat laporan bersama di Kamp Pengungsi Shati, tempat kelahiran pemimpin Hamas yang terbunuh, Ismail Haniyeh, yang tewas dalam sebuah serangan Rabu pada dini hari di ibu kota Iran, Teheran. Haniyeh sendiri berada di Teheran untuk menghadiri upacara pelantikan Masoud Pezeshkian, presiden baru Iran, sekutu Hamas, pada Selasa (30/7).
Kematian jurnalis terbaru ini, membuat jumlah jurnalis yang tewas di Gaza sejak perang Israel-Hamas meletus Oktober lalu menjadi 111, termasuk 106 warga Palestina, menurut Komite Perlindungan Jurnalis yang menghitung jumlah korban. Lima jurnalis lainnya yang tewas adalah dua warga Lebanon dan tiga warga Israel.
Jenazah kedua jurnalis Al Jazeera dibawa ke rumah sakit al-Ahli di dekat lokasi, tempat rekan mereka dari Al Jazeera, Anas al-Sharif, melaporkan langsung dalam wawancara telepon dengan saluran tersebut. Tidak ada informasi tersedia segera, tentang anak yang terbunuh itu.
Militer Israel tidak segera mengomentari serangan itu.
Juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa, Stéphane Dujarric, menyerukan penyelidikan penuh dan akuntabilitas atas pembunuhan jurnalis Al Jazeera dan lainnya, dengan mengatakan bahwa jurnalis di mana pun perlu dilindungi. Persatuan Jurnalis Palestina dan Hamas menuduh Israel membunuh kedua jurnalis tersebut.
Pemerintah Israel menutup kantor Al Jazeera di Israel pada Mei lalu, berdasarkan undang-undang baru yang memungkinkan mereka untuk menutup outlet media yang menurutnya merupakan ancaman keamanan dan membuat hasutan terhadap pasukan Israel.
Pemerintah Israel mengatakan jaringan tersebut memiliki hubungan dekat dengan Hamas, sebuah klaim yang dibantah Al Jazeera, karena banyak pejabat tinggi kelompok militan tersebut bermarkas di ibu kota Qatar.
Sepanjang perang Israel-Hamas terakhir di Gaza, yang kini memasuki bulan kesepuluh, Al Jazeera yang secara terbuka pro-Palestina menuduh Israel menarget para jurnalisnya.
Pada Desember, Samer Abudaqa, salah satu juru kamera dari kantor berita tersebut tewas dalam sebuah serangan. Wael Dahdouh, kepala biro outlet media tersebut di Gaza, sedang melaporkan berita pada akhir Oktober, ketika dia menerima kabar di udara bahwa istri, anak perempuan, seorang anak laki-laki dan cucunya tewas dalam serangan udara Israel. Pada Januari, sebuah serangan menewaskan salah seorang putranya yang lain, yang juga bekerja untuk Al Jazeera. [voa]