Kapal Tanker yang Disita Iran Tahun 2023 Kembali Berlayar ke Perairan Internasional

TRANSINDONESIA.co | Sebuah kapal tanker minyak yang ditahan Iran selama satu tahun lebih setelah disita di tengah ketegangan antara Teheran dan AS telah berlayar kembali ke perairan internasional pada hari Kamis (11/7), menurut data pelacakan.

Tanker Advantage Sweet yang berbendera Kepulauan Marshall itu sedang berlayar melewati Selat Hormuz sewaktu disita Angkatan Laut Iran pada April 2023. Kapal itu mengangkut minyak bernilai $50 juta dari Kuwait untuk Chevron Corp. Selat tersebut merupakan perairan sempit di Teluk Persia yang dilalui 20% kapal pengangkut minyak dunia.

Data pelacakan yang dianalisis kantor berita Associated Press menunjukkan muatan Advantage Sweet telah diturunkan sewaktu kapal itu berada dalam tahanan Iran dan bahwa kapal itu mencatatkan tujuannya Khor Fakkan di Uni Emirat Arab, yang merupakan pelabuhan persinggahan pertama bagi kapal-kapal lain yang meninggalkan tahanan Iran.

Iran tidak mengakui kepergian kapal tersebut. Kapal tersebut kembali berlayar setelah sebuah pengadilan Iran pada hari Kamis memerintahkan pemerintah AS untuk membayar ganti rugi lebih dari $6,7 miliar sehubungan dengan sebuah perusahaan Swedia yang berhenti memasok pembalut dan perban khusus untuk mereka yang mengalami penyakit kulit langka setelah Washington memberlakukan sanksi-sanksi terhadap Republik Islam itu.

Pemerintah Iran awalnya mengatakan mereka menyita Advantage Sweet karena kapal itu menabrak kapal lainnya, hal yang tidak didukung bukti apa pun. Kemudian para pejabat Iran mengaitkan penyitaan kapal tersebut dengan kasus yang diputuskan pengadilan pada hari Kamis (11/7/2024).

Perkembangan ini terjadi menyusul terpilihnya Masoud Pezeshkian sebagai presiden Iran baru-baru ini. Pezeshkian yang reformis itu telah berjanji akan meningkatkan hubungan dengan Barat.

Sebuah laporan kantor berita pemerintah Iran IRNA menjelaskan putusan pengadilan mengenai pembayaran $6,7 miliar itu merupakan bagian dari kasus yang diajukan atas nama 300 penggugat, termasuk anggota keluarga para korban dan mereka yang menderita secara fisik maupun emosional. IRNA menyatakan sekitar 20 pasien meninggal setelah perusahaan Swedia memutuskan menghentikan pasokan.

Penyakit kulit langka itu, epidermolysis bullosa, bersifat genetik dan menyebabkan lepuh di sekujur tubuh dan mata. Penyakit ini dapat menimbulkan sakit yang luar biasa dan membunuh penderitanya. Orang-orang muda yang menderita penyakit ini dikenal sebagai butterfly children atau “anak kupu-kupu” karena kulit mereka bisa serapuh sayap kupu-kupu.

Perintah pengadilan itu dikeluarkan sementara para hakim AS mengeluarkan putusan yang meminta miliaran dolar itu dibayar oleh Iran, sebagian untuk yang terkait dengan Teheran dan sebagian lagi untuk mereka yang ditahan oleh Iran dan digunakan sebagai pion dalam perundingan antara negara-negara. Iran telah menanggapinya dengan mengajukan gugatan yang menuduh AS terlibat dalam serangan kelompok ISIS pada tahun 2017.

Pengadilan tertinggi PBB tahun lalu juga menolak upaya hukum Teheran untuk mencairkan sekitar $2 miliar aset Bank Sentral Iran yang dibekukan oleh otoritas AS.

Pada tahun 2018, presiden AS ketika itu Donald Trump secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara berpengaruh dunia. Ini tampaknya yang menyebabkan perusahaan Swedia itu mundur dari pasar Iran. Iran kini mengatakan mereka memproduksi perban itu di dalam negerinya.

Chevron, yang berbasis di San Ramon, California, menyatakan bahwa Advantage Sweet “disita dengan alasan palsu.” Sejak itu Chevron mencatatkan penyitaan kargo itu sebagai kerugian mereka. [voa/ap]

Share