Ekuador Kerahkan Tentara untuk Perangi Kartel Narkoba

TRANSINDONESIA.co | Ratusan tentara berpatroli di jalan-jalan yang nyaris sepi di ibu kota Ekuador pada Rabu (10/1), setelah pemerintah dan mafia narkoba menyatakan perang satu sama lain, dan membuat warga dicekam ketakutan.

Negara kecil di Amerika Selatan ini telah terjerumus ke dalam krisis setelah meningkatnya kontrol kartel transnasional selama bertahun-tahun, yang menggunakan pelabuhan-pelabuhan mereka untuk mengirim kokain ke AS dan Eropa.

Presiden Daniel Noboa, 36, memberi perintah pada Selasa untuk “menetralisir” geng-geng kriminal setelah orang-orang bersenjata menyerbu dan melepaskan tembakan di sebuah studio TV dan para bandit mengancam akan mengeksekusi warga sipil dan pasukan keamanan secara acak. Kurang dari dua bulan setelah menjabat, ia menyatakan negaranya berada dalam kondisi “konflik bersenjata internal”.

Geng-geng kejahatan juga menyatakan perang terhadap pemerintah ketika Noboa mengumumkan keadaan darurat, setelah salah seorang gembong narkotika paling berkuasa di Ekuador melarikan diri dari penjara pada Minggu.

Setidaknya 10 orang tewas dalam rangkaian serangan yang dituduhkan dilakukan oleh geng-geng tersebut, delapan di Guayaquil, dan dua “dibunuh secara kejam oleh penjahat bersenjata” di kota terdekat, Nobol, kata polisi pada Selasa.

Kerusuhan meletus di beberapa penjara, di mana lebih dari seratus penjaga dan staf administrasi disandera, kata otoritas penjara SNAI.

“Ada ketakutan, Anda harus berhati-hati, lihat ke sana-sini, jika Anda naik bus ini, apa yang akan terjadi,” kata seorang wanita berusia 68 tahun, yang tidak ingin disebutkan namanya dan menggambarkan dirinya “ketakutan”, kepada kantor berita AFP di Quito.

Di kota pelabuhan Guayaquil, para penyerang yang mengenakan penutup wajah dan melepas tembakan menyerbu stasiun TV milik negara pada Selasa, sempat menyandera beberapa jurnalis dan anggota staf dalam adegan dramatis yang disiarkan langsung sebelum polisi tiba.

Para gangster juga menculik beberapa petugas polisi, salah satunya dipaksa di bawah todongan senjata untuk membacakan pernyataan yang ditujukan kepada Noboa. “Anda mengumumkan keadaan darurat. Kami menyatakan polisi, warga sipil, dan tentara sebagai sandera perang,” kata petugas yang tampak ketakutan itu.

Pernyataan itu menambahkan bahwa siapa pun yang ditemukan di jalan setelah pukul 23.00 “akan dieksekusi.” [voa]

Share