Nenek Berusia 90-an Berhasil Diselamatkan dari Reruntuhan 5 Hari Pasca Gempa Jepang

TRANSINDONESIA.co | Seorang nenek berusia 90-an tahun yang terjebak selama lima hari di bawah reruntuhan akibat gempa bumi dahsyat di Jepang tengah berhasil diselamatkan. Hujan salju dan badai diperkirakan akan mempersulit upaya bantuan pada Minggu (7/1/2024).

Setidaknya 126 orang tewas dan 222 orang lainnya dilaporkan hilang akibat gempa berkekuatan 7,5 manitudo yang menggoyang Jepang pada Tahun Baru dan juga gempa susulannya. Jumlah korban jiwa diyakini akan terus bertambah.

Serangkaian gempa tersebut merobohkan sejumlah bangunan, memicu kebakaran besar dan memicu gelombang tsunami setinggi lebih dari satu meter.

Harapan untuk menemukan penyintas biasanya memudar tiga hari setelah gempa terjadi.

Namun tidak bagi lansia tersebut. Nenek itu menghabiskan lima hari di bawah reruntuhan rumah yang runtuh di Kota Suzu sebelum diselamatkan pada Sabtu (6/1/2024).

Dia dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Ia masih dapat menjawab pertanyaan dengan jelas, menurut lembaga penyiaran publik NHK.

“Tetap bertahan!” Tim penyelamat terdengar memanggil perempuan tersebut dalam rekaman polisi dari lokasi kejadian yang dipublikasikan oleh media lokal.

“Kamu akan baik-baik saja!” mereka berteriak ketika hujan turun di sekitar mereka. “Tetap (berpikir) positif!”

Juru bicara kepolisian Tokyo mengonfirmasi kepada AFP bahwa misi SAR dilakukan oleh petugas dari Tokyo dan Fukuoka.

Banyak komunitas di Semenanjung Noto, tempat gempa terjadi pada Senin (1/1), terputus karena jalan rusak, dan sekitar 1.000 tanah longsor juga menghalangi kendaraan bantuan untuk mencapai lokasi bencana.

Hujan dingin diperkirakan akan berubah menjadi salju pada Minggu(7/1) sore di semenanjung di sisi Laut Jepang di Pulau Honshu.

Misi Helikopter

Cuaca buruk mengancam akan semakin menghambat misi pemulihan yang menyulitkan ribuan polisi, tentara dan tim SAR lainnya.

Hal tersebut juga dapat memperburuk kondisi lebih dari 30.000 pengungsi di 366 tempat penampungan pemerintah pada Sabtu (6/1), karena bantuan yang diberikan lambat mencapai daerah yang mengalami pemadaman air dan listrik.

“Prioritas pertama adalah menyelamatkan orang-orang yang tertimbun reruntuhan, dan menjangkau masyarakat terpencil,” kata Perdana Menteri Fumio Kishida dalam wawancara dengan NHK pada Minggu (7/1/2024).

Pihak militer sudah mengirimkan kelompok kecil pasukan ke setiap komunitas terpencil dengan berjalan kaki, katanya.

Pemerintah juga telah “menerjunkan berbagai helikopter polisi dan pemadam kebakaran… untuk mengakses mereka dari udara,” imbuh Kishida.

Ia juga menegaskan, “Sejalan dengan upaya ini, kita perlu memperbaiki kondisi di tempat penampungan, dan kesehatan mereka yang menderita akibat bencana,” karena mereka mungkin harus tinggal di tempat penampungan untuk waktu yang lama.

Jepang mengalami ratusan gempa bumi setiap tahun dan sebagian besar tidak menyebabkan kerusakan. Pemerintah memberlakukan peraturan bangunan yang ketat selama lebih dari empat dekade untuk mengantisipasi bencana gempa tersebut.

Jepang dihantui oleh gempa dahsyat pada 2011 yang memicu tsunami, menyebabkan sekitar 18.500 orang tewas atau hilang, dan menyebabkan bencana nuklir di PLTN Fukushima. [voa]

Share