Junta Myanmar Blokir Komunikasi Aung San Suu Kyi dengan Putranya

TRANSINDONESIA.co | Pihak junta militer Myanmar telah memblokir komunikasi antara pemimpin prodemokrasi yang ditahan, Aung San Suu Kyi, dengan keluarga serta pengacaranya, demikian ungkap putra Suu Kyi.

Putra Suu Kyi, Kim Aris mengatakan kepada VOA melalui telepon bahwa junta Myanmar “sama sekali” tidak mengizinkannya berkomunikasi dengan sang ibu, meski terdapat kecemasan tentang kesehatan ibunya.

Suu Kyi, 78, ditangkap pada 1 Februari 2021, setelah militer membatalkan hasil pemilu yang dimenangkan partainya. Kudeta itu disambut dengan protes di seluruh negeri dan kemarahan seluruh dunia. Ia divonis hukuman 27 tahun penjara atas tuduhan korupsi yang tidak berdasar.

Suu Kyi baru-baru ini tidak mendapat pertolongan medis darurat karena masalah gigi dan gusi parah yang membuatnya sulit makan.

Aris mengatakan ia telah mengirimkan surat dan paket perawatan sekitar dua bulan lalu, ketika mendengar kesehatan ibunya yang memburuk.

“Saya belum mendapat kepastian bahwa paket itu telah ia terima,” katanya.

Menurut putranya, Suu Kyi belum diizinkan berhubungan dengan penasihat hukumnya, setidaknya sejak bulan Januari.

“Dia tidak diperbolehkan bergaul dengan tahanan lainnya. Pada dasarnya ia berada di sel isolasi,” katanya.

VOA berusaha menghubungi juru bicara junta sejak Jumat (24/11) lalu untuk menindaklanjuti kasus Suu Kyi, namun belum mendapat tanggapan.

Pada akhir bulan Oktober, juru bicara junta Mayor Jenderal Zaw Min Tun mengatakan kepada VOA melalui telepon, mereka akan mempertimbangkan untuk mengizinkan Suu Kyi menemui keluarganya jika mereka memintanya secara resmi.

Namun dalam wawancara dengan VOA pada Jumat pekan lalu, Aris mengatakan, junta tidak memberitahukannya secara resmi melalui saluran komunikasi terkait.

“Militer mengeluarkan beberapa pernyataan melalui pers bahwa saya bisa mengajukan permintaan resmi,” katanya, “tetapi mereka belum benar-benar memberitahu saya … Sejauh yang saya tahu, saya tidak percaya pada apa yang mereka katakan.”

Aris, yang lahir dan besar di Inggris, mengatakan ia telah menggunakan semua saluran resmi di negara asalnya, untuk berusaha menghubungi ibunya.

“Saya telah mengajukan permintaan melalui Kementerian Luar Negeri Inggris, Kedutaan Besar Burma di sini dan Palang Merah Internasional untuk setidaknya berkomunikasi dengan ibu saya sejak awal kudeta, dan sama sekali tidak mendapat tanggapan,” katanya kepada VOA. [voa]

Share