KLHK: Kebijakan Ekonomi Karbon Terdapat Mekanisme Penurunan Emisi

TRANSINDONESIA.co | Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan implementasi kebijakan nilai ekonomi karbon terdapat mekanisme penurunan emisi. Di mana dengan skema perdagangan karbon bisa digunakan untuk mendukung pengendalian perubahan iklim.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Drasospolino mengatakan perdagangan karbon memiliki dua mekanisme utama. Yakni berupa perdagangan emisi dan pengurangan emisi.

“Dalam mekanisme perdagangan emisi. Para pelaku usaha wajib mengurangi emisi gas rumah kaca dengan ditetapkannya Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) atau emission cap,” kata Drasospolino, Rabu (11/10/2023).

Selanjutnya, ujar dia, bagi pelaku usaha yang memiliki areal gambut yang telah rusak, maka akan diberikan alokasi sejumlah emisi gas rumah kaca sesuai batas atas emisi yang dapat dilepaskan atau dikeluarkan. Pada akhir periode, pelaku usaha tersebut harus melaporkan jumlah emisi gas rumah kaca aktual yang telah mereka lepaskan.

“Pelaku usaha yang melepaskan emisi gas rumah kaca yang lebih besar dari batas atas yang telah ditentukan baginya (defisit). Maka harus membeli surplus emisi gas rumah kaca dari pelaku usaha lain,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa mekanisme pengeluaran emisi yang diperjualbelikan adalah unit karbon yang dihasilkan dari penurunan emisi atau peningkatan penyerapan. Maupun penyimpanan karbon setelah target Nationally Determined Contributions (NDC) untuk sub-sub sektor telah tercapai dan terdapat surplus penurunan emisi.

Penurunan emisi gas rumah kaca tersebut diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan atau aksi mitigasi pengendalian perubahan iklim. Oleh karena itu, biasanya pada awal aksi mitigasi yang dilakukan oleh pelaku usaha harus bisa dibuktikan terkait praktik atau teknologi yang digunakan.

“Pembuktian itu meliputi penerapan praktik, teknologi, kegiatan penyerapan maupun penyimpanan karbon yang dilakukan sebelum adanya aksi mitigasi untuk mengetahui emisi baseline aktual. Kemudian pada akhir periode akan diukur, divalidasi, diverifikasi pencapaian dari hasil aksi mitigasinya melalui proses pemantauan, pelaporan, dan verifikasi,” ucapnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2023, bentuk-bentuk aksi mitigasi yang dapat menurunkan emisi dilakukan melalui 22 aksi mitigasi, antara lain pengurangan laju deforestasi lahan mineral, lahan gambut, serta mangrove; pengurangan laju degradasi hutan lahan mineral, lahan gambut dan mangrove; pembangunan hutan tanaman.

Kemudian, pengelolaan hutan lestari (melalui multi usaha kehutanan, reduce impact logging-carbon dan silvikultur intensif), rehabilitasi hutan dan lainnya.

“Aksi mitigasi secara nyata oleh pelaku usaha pada sektor kehutanan sangat penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca dan pengendalian perubahan iklim sektor kehutanan,” kata Drasospolino.

Pada 22 September 2023, KLHK telah menetapkan peta jalan perdagangan karbon sektor kehutanan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.1027/MENLHK/PHL/KUM.1/9/2023. Peta jalan itu berisi kriteria umum tentang disagregasi baseline emisi serta target pengurangan emisi dan kriteria khusus terkait rencana implementasi, sasaran, serta strategi pencapaian target. [rri]

Share