Pemda Diminta Terapkan SIPD untuk Cegah dan Celah Korupsi
TRANSINDONESIA.co | Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Agus Fatoni, meminta Pemerintah daerah (Pemda) mencegah celah korupsi dengan menerapkan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) yang dinilai efesien dan menghemat anggaran. SIPD merupakan sistem yang mengintegrasikan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban.
Sehingga lewat sistem tersebut mampu terlihat apakah perencanaan sesuai dengan apa yang dianggarkan, atau yang dianggarkan itulah yang dilaksanakan sampai dengan dipertanggungjawabkan,” ungkap Fatoni dalam acara diskusi bertajuk ‘Satu Sistem Informasi Tutup Ruang Korupsi’, Senin (4/9/2023).
Fatoni menerangkan SIPD telah diluncurkan oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) pada Desember 2022 tepat saat pelaksanaan Hari Antikorupsi Dunia.
“Dalam waktu dekat akan grand launching sebagai aplikasi umum. Semua daerah wajib menggunakan itu,” kata Agus.
Dengan SIPD, lanjut Fatoni, masyarakat juga bisa ikut melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan anggaran setiap daerah. Sistem ini juga jauh lebih efektif karena mampu menyederhanakan berbagai sistem rumit di daerah.
“Dengan SIPD ini, 15 sistem di daerah bisa dihapus. Jadi bisa dibayangkan, kalau 15 (sistem) satu daerah, kali 549 daerah, berapa banyak dari situ,” ujar Agus.
Ditempat yang sama, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengatakan bahwa sistem SIPD dapat menjadi alat ampuh untuk mencegah terjadinya korupsi di daerah.
“Dengan SIPD, kita bisa melihat anggaran daerah digunakan untuk apa. Bisa melihat apakah anggaran tersebut digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat atau justru untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,” jelas Pahala.
Dalam sistem ini, sambungnya, terdapat rincian alokasi penggunaan anggaran. Sehingga Pemerintah Pusat juga dapat melihat penggunaan anggaran daerah dengan detail, bahkan sampai alokasi anggaran untuk rapat, makan minum, dan perjalanan dinas.
Sebagai contoh, kata Pahala, terjadi di Kabupaten Cirebon yang memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Rp7 triliun. Namun, dari total anggaran tersebut, yang masuk tagging pengentasan kemiskinan ekstrim hanya sekitar Rp115 miliar atau 1,62 persen.
“Dengan fungsi pembinaan evaluasi dari Kemendagri, SIPD kalau sudah jalan penuh, ini (anggaran) Rp115 miliar itu tidak bisa, terlalu sedikit. Terlebih Kabupaten Cirebon ini termasuk salah satu daerah termiskin di Provinsi Jawa Barat,” kata Pahala.
Dia mengajak masyarakat dapat mengakses data SIPD secara berkala melalui laman Kemendagri, sehingga bisa menjadi sarana pengawasan dan pencegahan korupsi di daerah.
“Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan SIPD untuk melakukan analisis dan memberikan masukan terhadap anggaran dan program daerah,” kata Pahala. [put/met]