FGD Perempuan Tani: Gejolak Harga Beras Setiap Bulan Dorong Inflasi Nasional 3,3 Persen
TRANSINDONESIA.co | Beras merupakan kebutuhan pangan pokok masyarakat Indonesia menjadi salah satu komponen pemicu bergejolaknya harga setiap bulan merupakan salah satu andil besar mendorong inflasi Nasional hingga 3,33 persen.
“Komoditi beras merupakan konsumsi bobot paling besar dari lima pengeluaran keluarga atau rumah tangga dalam satu tahun ini hingga andil menaikkan Inflasi Nasional sebesar 3,33 persen,” ungkap Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), M. Firmansyah pada acara Focus Group Discussion (FGD) mengusung tema “Beras Penyebab Inflasi?: Faktor dan Pengendalian” yang digelar Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perempuan Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Kopi Perempuan Tani, Jalan Gandaria Tengah III, RT01/RW03, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 20 Juli 2023.
Menurut Firmansyah, secara umum beras menjadi salah satu inflasi berpengaruh pada Negara karena merupakan bahan pokok yang harus dikonsumsi masyarakat.
“Beras menjadi inflasi umum yang gejolak harga terjadi setiap bulan, menjadi perhatian dan terus dipantau oleh Negara,” ujarnya.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Prof. Erizal Jamal, mengatakan Pemerintah terus monitoring dengan tahapan kondisi saat ini “tidak aman”, harga beras selalu di atas eceran, dan sudah membentuk analisis fenomena kondisi ini terjadi.
“Dari sisi Pemerintah, membuat kondisi petani dan konsumen tetap menjaga stabilitas harga beras. Di sini lah peran Pemerintah dari sisi kebijakan menyeimbangkan sisi petani dan konsumen,” terang Erizal Jamal.
Dikatakannya, faktor trend produksi gabah dalam kurun dua tahun terakhir terus menurun mengakibatkan harga beras tinggi.
“Trend produksi beras menurun selama dua tahun terakhir hingga Juli 2023 ini. Ditambah lagi faktor pupuk dan spekulasi hingga stabilitas harga pasaran tetap dalam pantauan,” ujarnya.
Pemerintah kata Erizal Jamal, jelas nomor satu keberpihakan pada masyarakat tani dengan keinginan membuat petani memiliki nilai tambah dan penghasilan lebih besar.
“Hal hal yang kecil ini bisa disatukan menjadi lebih besar, untuk mencari di luar padi. Perlu kesepakatan Nasional untuk kesinambungan harga. Sisi Pemerintah tetap mengutamakan kesejahteraan petani.
Masalah pupuk menyatukan satu harga di pasar,” katanya.
Deputy Menteri Koordinator Perekonomian, Gunawan Pribadi, mengatakan angka inflasi bobot dinamis dari komoditi termasuk beras yang andil paling besar 3,33 persen dibandingkan makanan lainnya.
“Harga besar memiliki kontribusi 74,2 persen garis kemiskinan. Asumsi harga makanan naik angka kemiskinan naik,” terang Gunawan.
Dikatakannya, beras merupakan porsi makanan terbesar hingga mendorong angka inflasi.
Keputusan Menko Perekonomian telah melakukan kolegial suatu kebijakan untuk menurunkan harga dengan strategi 4K (keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif).
“Strategi 4K dan pemetaan kebijakan neraca pangan inilah yang menahan laju inflasi,” ucapnya.
Acara FGD yang dibuka langsung Ketua Umum DPP Perempuan Tani HKTI Dian Novita Susanto, S.Ikom.,M.Sos, hadir Perwakilan Kelompok Tani Provinsi Banten, H. Nur Fuad, menyampaikan petani dihadapkan pada persoalan pupuk, dan pupuk subsidi saja jadi masalah di petani.
“Di mana petani diberikan teori bercocok tanam tidak dari pupuk subsidi. Problem dari petani bagaimana kalau pupuk subsidi, yang berharap pupuk murah untuk mendapat keuntungan hasil tani,” kata Nur Fuad.
Problem lainnya kata Nur Fuad, setelah panen petani sulit menjual hasil produksi gabah dan beras.
“Petani tahu Bulog sebagai lembaga yang menampung gabah tapi ada keterikatan dengan pembeli di Banten. BUMD Pangan oleh Pemda tidak berfungsi. Ini perlu kebijakan untuk petani. Perlu NGO untuk mengawal Pemda supaya melaksanakan menjalankan kebijakan pusat. Penting, ke depan penguatan peran Bulog,” ujarnya. [sfn]