Kemendikbudristek Pastikan Ada Evaluasi Sebelum Cabut Izin Operasional PTS
TRANSINDONESIA.co | Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menurunkan tim evaluasi kinerja sebelum mencabut izin operasional sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS). Hal itu disampaikan Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek, Lukman.
Karenanya, Lukman menegaskan pihaknya tidak serta merta langsung mencabut izin operasional PTS tersebut. “Dari situ kami memeriksa kesesuaian dengan standar nasional pendidikan tinggi,” kata Lukman dalam dialog Pro3 RRI, Jumat (9/6/2023).
Menurutnya, evaluasi yang dilakukan berdasarkan sejumlah aspek, di antaranya kelembagaan, kemahasiswaan. Kemudian hukum, pembelajaran, dan sarana yang menjadi pertimbangan.
“Dari situ baru kami memutuskan sanksinya ringan, sedang, atau berat. Sebelum pencabutan itu biasanya kita adakan sanksi berat berupa pembinaan selama 6 bulan,” kata Lukman, menjelaskan.
Kemendikbudristek mencabut 23 izin operasional perguruuan tinggi swasta (PTS) bermasalah. Pencabutan izin itu setelah Kemendikbudristek menerima 52 aduan terkait perguruan tinggi tersebut.
“Sampai bulan Mei ini ada 52 aduan. Dari 52 aduan itu sudah kami tindak lanjuti, akhirnya kami terpaksa mencabut 23 izin operasional perguruan tinggi,” kata Lukman, mengungkapkan.
Sisanya, lanjut Lukman, sejumlah PTS diberikan sanksi sedang. Kemudian juga ada yang hanya dicabut program studinya.
Lebih lanjut, Lukman mengatakan, pencabutan izin operasional karena iming-iming beasiswa dari perguruan tinggi tersebut. Salah satunya penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) dari pemerintah.
“Pemerintah kan memberikan beasisiswa KIP-Kuliah ternyata itu tidak diberikan perguruan tinggi kepada mahasiswa. Itu menjadi salah satu persoalan,” katanya.
Bahkan ada perguruan tinggi yang tidak mencairkan beasisiswa KIP-Kuliah hingga 3 tahun. Selain itu, ada pula perguruan tinggi yang membohongi mahasiswanya, di mana seolah-olah beasiswa itu berasal dari yayasan.
“Padahal beasiswa itu dari negara dan itu masuk ke rekening masing-masing mahasiswa melalui ATM-nya. Tapi malah ATM-nya itu ditahan oleh kampus,” ujarnya.
Dengan kondisi ini, Lukman mengingatkan para orang tua untuk tidak mudah diiming-imingi dengan biaya kuliah yang murah. “Ini harus dilihat betul-betul, jangan sampai sudah terlanjur yang saat ini menjadi korban itu yang ada rugi waktu dan biaya,” ucapnya.
Sementara untuk penggelapan beasiswa yang dilakukan perguruan tinggi itu, Lukman memastikan, pihaknya akan membawa ke ranah hukum. “Biasanya dari temuan kami dibawa ke Irjen untuk selanjutnya dikumpulkan bukti melalui biro hukum dan langsung dilaporkan kepada pihak yang berwajib,” ucapnya, menegaskan. [rri]