TRANSINDONESIA.co | Tatkala pemimpin tidak menjadi pembaharu sejatinya ia hanyalah suatu pameran kebodohan atas kekuasaan dan kewenangan.
Pemimpin sebagai sang pembaharu merupakan pemimpin yang memiliki : keberanian, kemampuan, kepedulian, bela rasa dan tanggungjawab atas talenta atau kesempatan yang dipercayakan kepadanya. Dengan demikian pemimpin itu senantiasa berpikir akan kebaikan, perbaikan secara proaktif dan problem solving.
Pemimpin akan berjuang bagi hajat hidup banyak orang. Maknanya ia bukan orang yang: cengeng, yang selalu minta dikasihani, minta diistimewakan, mengeluh dan menyalah nyalahkan dengan berbagai pembenaran. Pemimpin akan menunjukkan kemampuannya selesai dengan dirinya, yang bermakna ia rela dan berani berkorban, berupaya menyinari walau kadang dirinya meleleh. Kepekaan, kepeduliaannya dan belarasanya bagi kemanusiaan dan keteraturan sosial menjadi spirit perjuangannya membangun peradaban.
Pemimpin yang menjadi sang pembaharu mampu: melihat peluang, kesempatan, momentum, waktu, perubahan yang begitu cepat dengan pemikirannya, upaya upayanya, untuk menjadi sang alkemis.
Pemimpin diberi kewenangan, kekuasaan, kemudahan dan berbagai fasilitas yang melampui orang lain. Itu semua diberikan sebagai amanah dan dengan harapan sang pemimpin menjadi fajar budi memberi inspirasi, bahkan menyadarkan yang dapat menghidupkan.Suatu bangsa akan maju dan menjadi besar karena dibangun oleh pemimpinnya yang sangat luar biasa sebagai sang pembaharu. Tatkala sang pemimpin golongan kaum durjana dan durhaka maka bangsa itu seperti mendapat tulah, terkena kutuk dan karma melemah hancur ditinggalkan bahkan dilupakan. Namun tatkala tiba saatnya akan dibangkitkan kembali dengan lahirnya pemimpin sebagai sang pembaharu, seakan terhapus atau tertebus kedurjanaan dan kedurhakaan sang pemimpin dimasa lalu walau harus membayar harga sosial yang mahal karena mengalami kehancuran dan kesengsaraan berabad abad lamanya.
Nilai Keutamaaan Sang Pemimpin adalah pada kebaruan dan paharuannya bagi kemajuan kaum yang dipimpinnya.
”Tidak ada prajurit yang salah” kalimat ini merefleksikan bahwa kesalahan memang ada pada sang pemimpin.
Demikian halnya yang diatur dari kode etik (code of conduct) yang mengatur implementasi SOP. Apakah sang pemimpin mampu menjalankan SOP dalam mewujudkan mimpinya atau tidak. Kesalahan karena kelalaian dan ketidakmampuan saja yang masih bisa dimaafkan. Tatkala ada unsur kesengajaan dari merancang, memerintahkan atau membiarkan dikenakan pidana padanya.
Menjadi pemimpin pembaharu itu merupakan malan atas amanah yang menjadi kredibilitasnya.
Sang pemimpin memang wajib dinilai dari kepemimpinanya. Di sini di nilai apa kebijakannya untuk memperbaiki, mencegah, meningkatkan kualitas dan untuk membangun serta menyiapkan masa depan yang lebih baik.
Di bidang administrasi di nilai kemampuanya untuk, membangun SDM yang berkarakter, merencanakan dan memprogramkanya dalam (pokok-pokok majareial), memodernisasi sarpras baik kuantitas dan kualitas. Menggunakan anggaran sesuai dengan perencanaan yang dapat dipertanggung jawabkan secara administrasi, hukum, fungsional dan moral. Di bidang operasional sang pemimpin akan di nilai bagaimana menjalankan yang rutin, khusus dan kontijensinya. Yang dikaitkan pada kemitraan, pelayanan kepada publik, pemecahan masalah dan solusi-solusinya, network serta upaya-upaya capacity building (perkuatan institusi yang di bangun). Nilai bagi pemimpin secara administrasi, moral hukum, dan mafaat atau kemajuan serta kemanfaatan bagi banyak orang dapat dipertanggung jawabkan.
Keunggulan sang pemimpin tatkala mampu membawa perubahan dan kemajuan yang signifikan dengan memperbaiki kesalahan di masa lalu, siap di masa kini dan mampu menyiapkan masa depan yang lebih baik.
Pemimpin menjadi pembaharu melakukan reformasi birokrasi secara kultural, secara struktural dan instrumental.
Pemimpin sang pembaharu senantiasa menjabarkan makna dan implementasi reformasi birokrasi dapat dilihat dari para pemimpinya dalam melakukan perbaikan lingkup birokrasi yang dipimpinnya.
Perbaikan yang dilakukan ditunjukan dari:
1. Visi yang menunjukkan tingkat kecerdasan untuk mewujudkan impian bagi penyiapan yang lebih baik di masa yang akan datang. Sang pemimpin tatkala tingkat kecerdasanya cupet atau hanya pas-pasan maka tidak akan mampu mereformasi.
2.Kejujuran, seorang pemimpin tatkala tidak jujur maka akan melakukan kebohongan-kebohongan dan bermain-main dengan kekuasaanya tidak lagi menjadi patriot. Bisa saja menjadi benalu yang menggerogoti.
3.Ketulusan hatinya, merefleksikan bahwa apa yang menjadi kebijakan dalam mewujudkan mimpinya adalah untuk memperbaiki kesaslahan, menyiapkan kebutuhan dan harapan di masa kini maupun bagi masa depan yang lebih baik.
4.Berani, memiliki keberanian untuk menjadi tempered radikal, keluar main stream atau out of the box dalam mewujudkan impianya dan 5.Bertangung jawab, apa yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, administrasi, fungsional, sosial maupun secara moral.
Pemimpin sebagai sang pembaharu, sadar bahwa dirinya akan menjadi sang pencerah, role model bahkan sebagai ikon.
Pemimpin yang menjadi pembaharu, akan menemui tantangan, ancaman, hambatan, gangguan yang besar dari dalam maupun dari luar. Dari bawahan, teman selevel hingga atasanya.
Kenyamanan dengan pola-pola yang lama menjadi lilitan kuat untuk mempertahan kenyamanan dan kemapananya.
Pemimpin sang pembaharu akan melakukan reformasi birokrasi, berani mengingatkan dan menghentikan yang salah, mengatakan dan melakukan yang benar. Tiada hari tanpa berbuat kebaikan dan melakukan perbaikan.
Pemimpin sebagai sang pembaharu bukan sekedar urun angan melainkan juga turun tangan.
Pemimpin sang pembaharu bisa dikatakan sang pemimpi yang makananya memiliki visi untuk mampu melihat jauh kedepan. Pemimpin sang pembaharu senantiasa menumbuhkembangkan kemampuan atau kompetensinya untuk mewujudkan mimpi mimpinyanya menjadi kenyataan.
Pemimpin sang pembaharu akan senantiasa urun angan ( menyumbangkan ide dan gagasan cerdas yang menginspirasi, terkonsepkan dalam perencanaan dan program implementasinya). Makna pemimpin sang pembaharu urun angan adalah pemimpin memiliki konsep untuk belajar dan memperbaiki kesalahan di masa lalu, siap di masa kini serta mampu menyiapkan masa depan yg lebih baik. Di sini bermakna sang pemimpin ini jg pencerah pemberi inspirasi, pemberi motivasi, gudang solusi dan berbagai pemikiran cerdas lainya.
Adapun pemimpin wajib turun tangan ini bisa dimaknai pemimpin melihat dan berperan bahkan berfungsi menangani mengatasi dan menjalankan program untuk mewujudkan mimpinya dan juga untuk memahami keluhan, resiko dan permasalahan secara riil. pemimpin yang turun tangan biasanya akan lebih cepat mewujudkan mimpinya. pemimpin yang lambat lambat atau tidak peka dan peduli akan berbagai masalah manajerial, operasional maupun hal hal pragmatis akan berdampak pada kebijakan dan upayanya mewujudkan mimpinya. inikah yang sering dilabel pangkodamar (panglima komando dalam kamar) ? tatkala di era digital dan dilakukan dalam operation room atau back office sebagai pusat k3i ( komunikasi, komando pengendalian, koordinasi dan informasi) ini merupakan bagian dari turun tangan untk inputing data, menganalisa, mengevaluasi dan mengambil keputusan.
Pemimpin yang tidak urun angan dan enggan turun tangan, ini sebenarnya bukan pemimpin, karena ia tidak tahu dan tidak mampu menjalankan keutamaannya. Inilah pemimpin karbitan yangg dipaksakan dengan surat perintah untuk memimpin. Dampaknya bukan kemaslahatan malahan sebaliknya menyengsarakan dan menjadi kehancuran serta beban bagi banyak orang.**
Cdl Serangan Fajar Maribaya 230523