TRANSINDONESIA.co | Oleh: Irjen Pol Prof. Chrysnanda Dwilaksana
Polisi dalam pemolisisiannya bertujuan bagi semakin manusiawinya manusia atau untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Manusia mahkluk yang mengintrepetasi, berumajinasi, cara pandang dan pendekatan mereka akan kemanusiaan, keteraturan sosial bisa bervariasi bahkan berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya. Ada yang mampu merefleksikan dalam karya namun ada juga yang tidak tahu energi dari imajinasinya akan diapakan. Kadang ruang ruang ekspresi ini memang tidak ada, kalaupun ada sangat minim.
Seringkali terjadi salah paham atau salah persepsi, kadang sudah diistimuli bahkan dibantupun seakan tiada kepekaan, tiada kepedulian. Jadi teringat istilah jangkrik budeg atau jangkrik tuli. “Jangkrik kakinya 6. Dipatahkan 2 kakinya diperintah” jalan” ia masih bisa maju dan berjalan. Dipatahkan dua lagi tinggal dua walau kesulitan masih bisa maju dan berjalan. Dipatahkan satu lagi lalu diperintahkan” jalan “tidak dapat maju untuk berjalan. Langsung dihakimi: “jangkrik ini budeg atau tuli”. Demikian halnya pada setiap komuniti atau masyarakat memiliki corak kebudayaan yang berbeda sehingga pola pemolisiannya masing masing daerah berbeda walau mungkin prinsip utamanya sama.
Seni merupakan jembatan hati dalam komunikasi yang memerdekakan. Konteks memerdekakan ini dapat dipahami sebagai kebebasan dalam berkreasi atau refleksi imajinasi dengan daya nalar daya pikir yang di luar main stream sekalipun dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.
Memang konsep kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban pendekatannya adalah bagi meningkatnya kualitas hidup. Yangbmaknanya pada konteks produktifitas.
Seni menjadi bagian hidup dan kehidupan manusia.
Penerapan seni dalam pemolisian bukan suatu hegemoni yang memaksakan, sehingga masyarakat mau tidak mau mengikuti maunya polisi. Melainkan mengedepankan dialog.
Dalam hidup dsn kehidupan manusia sejatinya di situ ada seni. Hanya saja mungkin dianggap sesuatu yang biasa bahkan kadang tidak terdokumentasi dan diteruskan dari mulut ke mulut melalui dongeng atau penuturan.
“Seni menjadikan manusia manusiawi”
Seni karya jiwa dari manusia yang memiliki imajinasi dan rasa atas karyanya. Di dalam karyanya ada jiwa yang mengalir dari pencipta dan para pelakunya. Seni dilakukan atas dasar kecintaan hingga kebanggaan. Hasrat berkesenian merupakan jiwa manusia sebagai mahkluk sosial. Peradaban dimulai dari seni budaya. Karena di situ manusia mampu mengatasi kendala hidup dan kehidupannya
Manusia adalah mahkluk paling lemah sekaligus paling kuat. Namun untuk mengatasi kelemahannya dan mencapai kekuatanya, ia harus belajar dalam segalanya
Untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang manusia dituntut memiliki kepercayaan diri dan bekerja keras untuk hidup dan kehidupannya. Manusia hidup karena cinta? Tentu saja cinta yang maha kuasa dan cinta manusia itu sendiri akan hidup dan kehidupan.
Kecintaan dan kekaguman akan seni merupakan suatu panggilan hati sekaligus kesadaran moral menjaga budaya dan peradaban bangsa.
Seni itu rasa yang berkaitan dengan jiwa yang hidup dalam semua lini kehidupan. Seni ditanamkan dirawat dan ditumbuhkembangkan bukan sekedar ikut ikutan apalagi dipaksakan. Tatkala melihat seni berkaitan rasa dari dialog hingga ada sesuatu yang berkaitan dengan jiwa. Di situlah kecintaan pada suatu karya seni bagai hati yang membuatnya tertambat hingga mencintainya. Rasa cinta diwukudkan dslam getar getar jiwa pada suatu karya seni menjadi jembatan dan refleksi jiwa penciptanya untuk terus berdialog dengan penikmatnya.
“Seni mercerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara”
Nenek moyang atau para leluhur kita telah menunjukkan kualitas kecerdasannya dalam menjaga keteraturan sosial melalui seni budaya. Peradaban bangsa ditunjukkan atas nilai nilai luhur yang di bangun dalam berbagai kisah atau ceritera rakyat, pewayangan, hingga legenda dsb. Kesemua itu memiliki suatu nilai luhur yang bisa diolah dikembangkan ditransformasikan dalam berbagai kegiatan seni budaya.
Dalam kisah karya seni rupa misalnya melalui wayang atau lukisan patung relief dsb. Seni musik dari tradisional hingga kontemporer, seni tari, seni drama dan teater dan banyak lainnya. Berapa catatan kisah kisah yang bisa diolah dalam berbagai kegiatan religi seni tradisi hobi komuniti dan teknologi melalui kisah cerita dongeng fabel legenda hingga karya sastra .
Kisah kisah yang memiliki nilai luhur keutamaan bagi hidup dan kehidupan diajarkan melalui dongeng. Bisa dikatakanakan mengajarkan: keberanian, keyakinan kepada Tuhan melawan melawan angkara, murka , penghormatan kepada orang tua, merawat alam dan lingkungan hidupnya. Dari dongeng, legenda bisa menjadi bagian komunikasi dan edukasi kepada anak anak, remaja maupun orang tua.
Dongeng atau legenda yang ada bervariasi antara lain:
1. Timun Mas
2. Rowo Pening
3. Joko Kendil
4. Lutung Kasarung
5. Keong Mas
6. Ande Ande Lumut
7. Bawang Merah Bawang Putih
8. Kisah Aji Saka
9. Ki Ageng Selo
10. Joko Tarub
11. Joko Tingkir
12. Roro Mendut, Prono Citro
13. Roro Jonggrang
14. Minak Jinggo
15. Damar Wulan
16. Joko Tole
17. Sabdo Palon Noyo Genggong
18. Ki Ageng Pemanahan
19. Ki Ageng Mangir
20. Kiaah Banyu Wangi
21. Ciung Wanara
22. Tangkuban Perahu
23. CINDE LARAS
24. Mahesa Jenar Roro Wilis
25. Si Kancil
26. Burung Berkepala Dua
27. Monyet dan Burung Manyar
28. Kisah kisah Ramayana dan Mahabarata, dsb.
Masih banyak lagi lainnya yang dapat digali dari kekayaan seni budaya bangsa yang berbhineka sebagai komunikasi dsnbedukasi refleksi budaya dan kecerdasan bangsa.
Seni budaya dspat dikembangkan dalam pariwisata.
Pemolisian dengan pendekatan seni budaya dan pariwisata dapat dikatakan “art policing”. Mengapa seni budsya dsn pariwisata menjadi penting dan mendasar bagi polisi dan pemolisiannya ? Karena polisi dan pemolisiannya berkaitan dengan kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban. Membangun masyarakat yang sadar seni budaya dan pariwusata merupakan suatu langkah untuk merawat kebhinekaan, menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hospitality atau keramahtamahan menjadi dasar toleransi dalam masyarakat yang multikultural.
Kegiatan seni budaya dan pariwisata merupakan bagian edukasi mulai anak anak hingga dewasa bahkan dapat sebagai pembinaan komunitas. Implementasi Art Policing dapat mengambil berbagai tema yang dapat disesuaikan dalam berbagai momen dengan menyesuaikan corak masyarakat dan kebudayaannya. Kegiatan Art Policing, berkaitan dengan seni budaya dapat dilakukan dalam kegiatan : melukis, musik, menulis, membuat vlog, menari, seni pertunjukan, seni tradisi, pedhalangan, wayang, mendongeng dsb.
Art policing bisa juga dilakukan untuk menata lingkungan dalam konteks social engineering, yang dilakukan dalam berbagai kegiatan komunitas sebagai contoh: Kampung Tertib berlalu lintas, Kampung Tangguh, Kegiatan Polisi Sahabat Anak, Kegiatan Diseminasi Guru, Kegiatan di Media on line, media sosial, media elektronik, media cetak untuk memberdayakan Foto dan Film kegiatan kemanusiaan yang mencerahkan, Kegiatan Pembinaan Komunitas, Kegiatan dalam berbagai pelayanan publik, dsb.
Implementasi Art Policing dapat dimulai dari dialog secara langsung, virtual maupun hybrid misalnya melalui forum atau berbagai kegiatan coaching:
a. Forum Bhabinkamtibmas
b. Forum Hukum dan Keadilan
c. Forum Masyarakat Sadar Seni Budaya dan Pariwisata
d. Forum Ilmu Kepolisian, dsb.
Kegiatan Art Policing dapat dilakukan secara serentak, misalnya : pada acara CFD (Car Free Day) dengann mententukan harinya, run down, cara publikasinya. Dokumentasi secara digital, soft copynya dapat dikumpulkan dan diedit sebagai bagian literasi, sosialisasi media on line, media sosial dan media elektronik.
Art Policing dalam implementasinya dapat dikembangkan dalam program program seperti:
1. Polisi Sahabat Anak
2. Polisi Cilik
3. Kampung Tertib Lalu Lintas
4. Safety Driving
5. Diseminasi Guru
6. Literasi for Road Safety
7. Media : online , elektronik, sosial, cetak
8. Local Heroes
9. RSPA (Road Safety Partnership Action)
10. Andalalin (Analisa Dampak Lalu lintas), dsb.
Polisi bekerja di area publik. Walau perlindungannya dari perorangan sampai bangsa dan negara. Dalam kehidupan masyarakat seni ada dalam semua lini kehidupan. Seni sebagai jalan untuk menyeimbangkan atas hidup dan kehidupan. Seni itu solusi. Area publik area seni, yang semestinya begitu. Area publik adalah refleksi kualitas dari para pengelola sumber daya yang dipercaya masyarakat. Kebijakan para pejabat yang menjalankan amanah rakyat semestinya menampilkan area publik yang humanis.
Di tempat publik warga masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang sama. Di samping itu juga area publik ada pelayanan publik secara mudah dan gratis dapat untuk menikmati keasriannya, stidaknya bisa menjadi ruang hiburan, solusi menghadapi penatnya hidup.
Area publik dapat dibangun sebagai destinasi wisata. Di sini perlu ada penataan keteraturan sosial. Area publik ada pelayanan publik yang mencakup : pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan hukum, pelayanan admistrasi, pelayanan informasi dan pelayanan kemanusiaan.
Pelayanan publik tersebut tatkala berkualitas prima, ditata dengan cita rasa seni. Misalnya di negara negara maju: di dalam kotanya ada informasi karya karya para maestronya. Ada ruang untuk panggung terbuka, ada ruang pamer atas karya karya maestro dunia dsb. Area publik, area inspirasi, area edukasi dan transformasi. Keteraturan di area publik ini menjadi ikon peradaban.
Area publik area seni. Polisi melalui pemolisiannya memiliki ruang dalam pemolisiannya dengan pendekatan seni budaya dan pariwisata ( art policing ). Ini bukan sebatas polisi berkesenian atau melakukan aktivitas seni di area publik namun mampu menunjukan bahwa pemolisiannya yang bagi kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban merupakan suatu seni dan budaya bahkan dapat menjadi ikon pariwisata. Art policing dilakukan melalui dialog. Komunikasi menjadi kunci untuk mengimplementasikan pemolisian. Area publik dapat menjadi pilot project implementasi art policing. Polisi memang bukan dididik untuk menjadi seniman namun setidaknya mampu memahami dan mengapresiasi seni. Bisa dibayangkan tatkala pemolisian tanpa seni maka yang ada sebatas: 1. Memerintah, 2. Melarang, 3. Mengancam bahkan bisa menakut nakuti.
Seni bagi polisi adalah gaya hidup. Polisi sebagai petugas, sebagai fungsi maupun institusi yang mampu mengimplementasikan art policing maka akan lebih soft dalam melakukan pemolisiannya. Soft dalam konteks ini dalam menata keteraturan sosial dan membangun peradaban adalah pada humanisme dan ada cita rasa seni. Komunikasi dalam berbagai cita rasa seni dari nada, suara, sastra, rupa, gerak tarian, pertunjukan, dsb.
Kembali pada area publik, polisi dalam pemolisiannya sejatinya pada area publik. Karena pada area publik merupakan area di mana semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Polisi memasuki area privat wajib ijin apalagi melakukan upaya paksa. Area publik refleksi peradaban? Kalau iya segala sesuatu kaitan dengan pelayanan publik seni budaya dan pariwisata menjadi pendekatan bahkan pilarnya.**
Hari Kartini 210423