Emergency, Contigency Policing, Model Pembelajaran di Sespim

TRANSINDONESIA.co | Transplantasi di dalam konteks ini mengambil istilah kedokteran, yang diistilahkan dalam pertanian adalah sebagai bentuk cangkok/ diplasmakan, karena adanya kerusakan organ atau untuk menggantikan atau memperbaiki organ yang rusak. Tatkala terjadi situasi kontijensi (baik dari faktor manusia, alam maupun infrastruktur), polisi dan pemolisianya bisa mengalami kerusakan sistem atau bahkan lumpuh total. Tatkala kepolisian tadi tak dapat menjalankan pemolisianya tentu saja pelayanan- pelayanan kepolisian akan kacau, atau setidaknya terbengkalai. Pada saat kontijensi polisi dan pemolisianya bisa terkena imbas dan berdampak luas, karena polisi sendiri menjadi korban yang dirinyapun perlu ditolong/ di backup dari kesatuan-kesatuan lainya.
Konteks inilah pemolisian transplantasi sebagai  model pemolisian pada saat kontijensi yang akan memback up dari tingkat polsek sampai dengan tingkat Polda ( disesuaikan konteks dampak kerusakannya/ pengaruh besarnya yang mengakibatkan tidak efektif pemolisianya). Model pemolisian transplantasi ini bisa melihat model polisi dengan pemolisian PBB di mission area sebagai peace keeper. Apa yang dilakukan pada pemolisianya sebagai international policing (pemolisian antar bangsa: yang para petugasnya dari berbagai bangsa), namun ada kesamaan pola yang dikerjakan. Pemolisian berbasis wilayah (dari level post monitor, province comander sampai dengan police head quarter) diimplementasikan sebagai penjaga, pengamat, jembatan penghubung, pelatih, back up system sampai kepolisian lokal bisa bekerja sebagai seharusnya.
Pemolisian berbasis pada fungsi-fungsi (ini tidak dikerjakan sepenuhnya seperti sebuah KOD (kesatuan operasional dasar), melainkan diprioritaskan untuk patroli, pengawalan, pengamanan obyek-obyek tertentu dan kegiatan-kegiatan tertentu (pemilihan umum, tugas-tugas rumah sakit/ kesehatan, penjinak bom, pengendali massa, patroli jarak jauh dan sebagainya). Selain itu juga ada pemolisian yang menjadi bagian diplomasi atau bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan agar terpelihara keteraturan sosial, keamanan dan rasa aman warga yang dilayaninya.
Pola-pola pemolisian pada daerah misi perdamaian PBB mengacu pada 4 unsur:
1. Kepemimpinan,
2. Administrasi ( SDM, perencanaan dan program-program, sarana, prasarana dan anggaran),
3. Operasional,
4. Capacity building.
Implementasi pemolisian pada saat kondisi kontijensi bisa mengacu pada pola-pola pemolisian transplantasi dengan menerapkan community policing/ polmas yang didukung dengan sistem-sistem online di bidang : kepemimpinan, administrasi, operasional dan capacity building. Pola transplantasi dapat dilakukan pada tingkat Mabes, tingkat Polda. Dengan personil-personil kontijensi yang bersifat ad hoc dengan menunjuk pejabat-pejabat berdasar wilayah, fungsional adapun back up system dilakukan kepolisian terdekat juga dari pusat.

Pola pemolisian untuk lokasi yang parah berdampak luas dan memerlukan jangka waktu yang cukup lama (minimal 6/ lebih misalnya Tsunami Aceh: 2004, Gempa Jogja : 2006, gempa di Sulteng, Sulbar, gempa tsunami di Sumbar, kebakaran hutan, konflik-konflik Sara yang berkepanjangan dan sebagainya).

Emergency, Contigency  Policing setidaknya mencakup :
1. Model Pemolisian Transplantasi sebagai penjaga, pengamat, jembatan penghubung, pelatih, back up system dsb, hingga yang diback up dapat berfungsi kembali.
2. Pola-pola pemolisian secara managerial setidaknya mencakup: 4 unsur:
a. Kepemimpinan,
b. Administrasi ( SDM, perencanaan dan program-program, sarana, prasarana dan anggaran),
c. Operasional,
d. Capacity building.
3. Implementasinya dapat mengacu pada  community policing/ polmas
4. Di back up dengan sistem-sistem online yang berbasis elektronik
5. Personilnya  bersifat ad hoc merupakan gabungan dari berbagai fungsi maupun antar wilayah
6. Perkantoran dengan membangun tenda-tenda lapangan, kontainer atau memanfaatkan tempat-tempat/ lokasi yang biasa diberdayagunakan.
7.Membangun posko-posko sebagai pusat K3i yang berisi peta-peta dan jaringan-jaringan  elektronik  maupun  kontak- kontak person. Dapat dibuat pengkategorian : Merah : Rawan dua, Kuning : Rawan satu, hijau : kondisi normal. Model pergeseran  pasukan untuk back up kontijensi dengan peta rute dari dan ke lokasi sasaran dengan berbagai alternatifnya.
Pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi.
8. Kesiapan Logistik, transportasi darat, laut maupun udara, ambulans, untuk evakuasi dan bantuan kemanusiaan.
9.Rumah sakit lapangan dan perlengkapan, obat obatan dan tenaga medisnya.
10. Operasionalnya dapat menerapkan model Asta Siap. Siap : Posko, Piranti Lunak, model penanganan lapangan, siap mitra, jejaring, personil, logistik, anggaran

Implementasi Emergency/ Contigency Policing dalam kondisi infrastruktur rusak dapat dibangun dari :
1. Tingkat Polda, Polres dan Polsek (yang bisa dibangun dengan  tenda-tenda lapangan, bekas-bekas kontainer atau memanfaatkan tempat-tempat/ lokasi yang biasa diberdayagunakan. Selain itu juga dilengkapi pejabat (sebagai pemimpin, staf dan petugas- petugas lapangan). Membangun posko-posko sebagai pusat K3i yang berisi peta-peta dan jaringan-jaringan  elektronik  maupun  kontak- kontak person sebagai jejaring. Situasi dan kondisi riil lapangan (bisa dibuat kategori (merah : Rawan 2, kuning : Rawan 1, hijau : kondisi normal),  sistem-sistem  pergeseran  pasukan/  petugas-petugas  untuk back up kontijensi (brimob, sabahara / pasukan gabungan), peta-peta rute dari dan ke lokasi sasaran ( dan berbagai alternatifnya).
2. Peralatan-peralatan komunikasi, HT, telepon, sistem-sistem komunikasi melalui media sosial, sebagai arana komunikasi, komando dan pengendalian serta koordinasi secara cepat dan real time.
3. Kendaraan bermotor (Sepeda motor, mobil double cabin, truck, bus, ambulan, alat berat) siap operator dan BBM-nya. Kesiapan bengkel lapangan, dan untuk penggantian suku cadang bila terjadi sesuatu kerusakan/ kecelakaan.
4. Helikopter, sebagai sarana evakuasi udara, pendistribusian bantuan, maupun untuk kegiatan-kegiatan kemanusiaan.
5. Gudang-gudang bantuan kemanusiaan dan pola-pola pendistribusian.Rumah sakit lapangan dan perlengkapan medisnya.
6. Posko-posko untuk pengendalian relawan dan pendistribusian bantuan dan sistem pendataan dan sebagainya.
Pemolisian transplantasi diimplementasikan tatkala korban cukup banyak, berdampak luas dan berkepanjangan, penangananya memerlukan sinergi antar pemangku kepentingan di mana kepolisian lokal/ setempat tidak bisa berdaya/ tidak mampu beroperasional karena juga sebagai korban.

Pola Pemolisian transplantasi di saat kontijensi, diawaki oleh orang- orang yang memiliki kompetensi sebagai :
1. Pemimpin kewilayahan yang transformasional,
2. Petugas-petugas polisi profesional di bidangnya, yang siap membantu dan tidak menjadi benalu bagi kepolisian lokal,
3. Sarana prasarana dan perlengkapan sistem IT nya di back up dari pusat, bukan beban polisi lokal. Dalam kondisi darurat pola pemolisian transplantasi ini dapat segera dikirim sebagai backup kewilayahan dan sistem operasionalnya dengan model asta siap dengan satgas- satgasnya,
Asta siap :
a. Siap pilun,
b. Siap posko,
c. Siap latpraops,
d. Siap cipkon masyarakat (jejaring masyarakat/ pemangku kepentingan) ,
e. Siap mitra polisi sebagai soft power,
f. Siap SDM (posko, satgas, dan pasukan- pasukan kontijensi),
g. Siap sarpas (dengan IT-nya),
h. Siap anggaranya yang menggunakan anggaran back up pusat. Satgas-satgas yang dibentuk secara fungsional : 1. Satgas preemtif mengemban fungsi intelejen maupun bimmas, 2. Satgas preventif mengemban fungsi sabhara maupun lalu lintas (pengaman jalur-jalur lalu lintas, evakuasi, bantuan, dan sebagainya), 3. Satgas represif (penegakkan hukum) yang mengemban fungsi reskrim, 4. Satgas kontijensi (Brimob, pasukan gabungan), 5. Satgas Pam wal VVIP/VIP (Pam obvit maupun lalu lintas), 6. Satgas bantuan (bantuan administrasi, operasional / kompi kerangka).
Pemolisian transplantasi merupakan model 5pemolisian yang bersifat ad hoc tatkala yang dibantu bisa segera pulih/ normal maka bisa segera ditutup/ dikembalikan.

Pembelajaran di Sespim pola penanganan emergency/ contigency policing dikaitkan dengan model pemolisian yang melandasi kebijakan nasional dan perintah presiden maupun perintah Kapolri.

Model pemolisian emergency/ contigency secara garis besar dapat dijabarkan dalam :
1. Pola pemolisiannya secara makro  sampai dengan mikro dibuat model dalam panduan aman nusa satu, aman nusa dua dan aman nusa tiga.
2. Keamanan dan rasa aman dalam masyarakat diprioritaskan untuk mengembalikan dan menjaga keteraturan sosial
3. Menjaga dan mendukung proses recovery dan produktifitas. Segera mengatasi tatkala ada permasalahan maupun potensi konflik sekecil apapun dengan segera dan sampai tuntas agar tidak meluas
4. Mengamankan sumber daya yang ada
5. Menjaga dan mengamankan segala sesuatu yang kontra produktif
6. Strategi mitigasi mengatasi gejolak ekonomi dalam negeri
7. Pengamanan bantuan termasuk anggaran dan pendistribusiannya
8. Menjaga dan mengamankan Investasi yang ada
9. Penanganan dan pencegahan terjadinya konflik sosial
10. Sistem informasi untuk deteksi dini atas perubahan Iklim dan bencana alam
11. Siap dalam menangani hal hal ekstrim dan kondisi terburuk sekalipun dari evakuasi, penyelamatan sampai rehabilitasi
12. Model pemolisian penanganan berbagai ivent nasional maupun internasional
13. Pola Pengamanan Pemilu serentak
14. Pola Penanganan KKB dan KKP
15. Pola penanganan Cyber Security
16. Manajemen media
17. Pola pelayanan publik
18. Pola sinergitas TNI Polri maupun dengan para stakeholder lainnya sampai tingkat bawah.**

Chrysnanda Dwilaksana
Kabut 83 270323

Share