Guru Bela Diri Hong Kong Dipenjara karena Hasut Subversi

TRANSINDONESIA.co | Seorang guru seni bela diri yang dituduh menjalankan gerakan bersenjata untuk menggulingkan pemerintah Hong Kong dan China divonis hukuman penjara lima tahun, Jumat (24/2) di bawah undang-undang keamanan nasional kota itu.

Denis Wong (60), ditangkap pada Maret 2022 dalam operasi rahasia polisi di aula pelatihan seni bela dirinya. Saat ditangkap, menurut polisi, Wong dan seorang asistennya sedang mengajar “tai chi”.

Polisi mengatakan mereka telah menyita senjata, termasuk parang, busur dan anak panah berujung baja, dalam penggerebekan di rumahnya.

Wong kemudian mengaku bersalah menghasut subversi, sebuah pelanggaran yang dapat dihukum hingga 10 tahun penjara.

Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional menyeluruh di Hong Kong setelah protes demokrasi besar-besaran dan seringkali disertai kekerasan pada tahun 2019. Para kritikus mengatakan undang-undang tersebut telah digunakan untuk membatasi hak dan membungkam perbedaan pendapat.

Wong dituduh memposting pesan-pesan anti-pemerintah di Facebook, termasuk seruan untuk menggulingkan pemerintah Hong Kong dan China serta membentuk “pemerintahan bayangan dan pasukan pertahanan diri”.

Dalam keputusannya pada hari Jumat, Hakim Ernest Lin menyatakan meskipun seruan revolusi Wong terkesan naif, guru bela diri itu telah menimbun senjata dan mendirikan studio seni bela diri yang mengagungkan “perlunya menjadi martir”.

Tidak ada bukti bahwa hasutan Wong “memiliki dampak nyata pada masyarakat,” kata hakim itu, tetapi menambahkan, “Hong Kong masih terguncang… tidak salah untuk mengatakan bahwa sebagian dari masyarakat masih tidak rasional dan mudah tertipu.”

Wong juga mengaku bersalah memiliki senjata secara ilegal.

Terdakwa lain dalam kasus tersebut, yang digambarkan polisi sebagai asisten Wong, Iry Cheung, mengaku bersalah atas kepemilikan senjata tanpa izin dan dipenjara selama 16 bulan.

Lebih dari 230 orang telah ditangkap di bawah undang-undang keamanan nasional Hong Kong dan lebih dari 140 dari mereka menghadapi tuntutan.

Para pejabat penjara kota itu mengatakan minggu ini bahwa hingga akhir tahun lalu, 522 orang masih berada di penjara sehubungan dengan protes atau pelanggaran keamanan nasional tahun 2019. [voa]

Share