Israel Tolak Pulangkan Jenazah Tahanan Palestina

TRANSINDONESIA.co | Menteri pertahanan Israel mengatakan, Rabu (21/12), jenazah tahanan Palestina yang meninggal sehari sebelumnya karena kanker paru-paru tidak akan dibebaskan untuk dimakamkan.

Kantor Benny Gantz mengatakan jenazah Nasser Abu Hamid, salah satu pendiri Brigade Syuhada Al Aqsa, akan ditahan sebagai alat tawar-menawar untuk kembalinya para tawanan Israel dan jenazah tentara-tentara yang ditahan oleh kelompok militan Hamas di Gaza.

Abu Hamid, 50, adalah mantan pemimpin sayap bersenjata partai Fatah, partainya Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Ia telah menjalani berbagai hukuman seumur hidup sejak tahun 2002 setelah dinyatakan bersalah atas kematian tujuh warga Israel selama pemberontakan Palestina kedua melawan pendudukan Israel pada awal tahun 2000-an.

Warga Palestina berpawai dan menutup toko-toko di Tepi Barat pada hari Selasa (20/12) untuk memprotes kematiannya.

Israel sering menahan jenazah warga Palestina yang tewas yang diduga melakukan serangan. Israel mengatakan kebijakan itu berfungsi sebagai pencegah serangan di masa depan dan cara untuk melakukan pertukaran tahanan, sementara kelompok-kelompok HAM mengatakan tindakan itu adalah bentuk hukuman kolektif yang dijatuhkan pada keluarga yang berduka.

Trans Global

Hamas telah menahan dua orang Israel dan jenazah dua tentara Israel yang tewas selama perang Gaza 2014.

Keluarga keempat orang Israel itu bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan pada hari Rabu, dan Paus “menyatakan solidaritas mendalam kepada mereka, terutama dengan penderitaan para ibu,'” kata Kementerian Luar Negeri Israel.

Para pejabat Palestina menyerukan pembebasan Abu Hamid karena kesehatannya memburuk dalam beberapa bulan terakhir, dan pada Selasa menyalahkan Israel atas kematiannya.

Gantz membantah tuduhan bahwa Israel terlibat dalam kematian Abu Hamid.
Kematian Abu Hamid terjadi pada salah satu tahun yang paling banyak menelan korban jiwa dalam pertikaian Israel-Palestina, sementara prospek solusi dua negara yang dinegosiasikan semakin sulit diprediksi. [voa]

Share