Perjanjian Iklim PBB Terancam Gagal
TRANSINDONESIA.co | Ketidaksepakatan soal pengurangan emisi dan tujuan umum perubahan iklim menunda tercapainya perjanjian historis yang akan menyediakan dana kompensasi untuk negara-negara miskin yang menjadi korban cuaca ekstrem yang diperburuk oleh polusi karbon dari negara-negara kaya.
“Kita terlalu berlarut-larut. Awalnya cukup bersemangat hari ini. Saya pikir banyak orang frustrasi karena progres yang minim,” kata Menteri Perubahan Iklim Norwegia, Espen Barth Eide kepada Associated Press.
Ia mengatakan mereka berusaha lebih tegas terhadap emisi bahan bakar fosil dan mempertahankan target membatasi tingkat pemanasan global maksimal 1.5 derajat Celcius seperti yang disepakati dalam KTT iklim tahun lalu di Glasgow.
“Sebagian dari kita berusaha mengatakan bahwa kita harus menjaga agar pemanasan global tak melebihi 1.5 derajat (Celcius) dan itu memerlukan aksi. Tapi kita harus mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, misalnya,” kata Eide. “Tapi ada lobi bahan bakar fosil yang sangat kuat … berusaha memblok narasi yang kami buat. Itu sangat jelas.”
Beberapa menteri kabinet dari seluruh dunia mengatakan kepada AP pada Sabtu (19/11) pagi bahwa kesepakatan dicapai mengenai dana yang dijuluki perunding sebagai perjanjian kerugian dan kerusakan. Kesepakatan mengenai perjanjian itu akan sangat menguntungkan bagi negara-negara miskin yang sejak dulu menuntut dana tersebut. Dana itu kadang dianggap sebagai ganti rugi karena mereka sering kali menjadi korban bencana iklim, meski tidak banyak mengeluarkan polusi yang memanaskan dunia. [voa]