Cara Meraih Rahmat Allah

TRANSINDONESIA.co | Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang diberi rahmat yang besar oleh Allah. Ia senantiasa bergerak seperti penebar cahaya kebaikan. Kebaikannya penuh ketulusan dan keindahan. Hidupnya diliputi kesabaran, tawadhu dan ketenangan.

Saudaraku, kita ini sebetulnya makhluk rahmat. Tapi kita belum mencapainya kalau hanya baru menyayangi teman dekat. Ia akan meningkat kalau kita sudah rahmatan lil alamin. Sehingga untuk mencapainya kita harus berupaya serta memohon dan berharap rahmat yang besar kepada Allah.

Salah satu cara mengupayakan rahmat Allah adalah dengan mendatangi majelis ilmu dan majelis zikir. Nah, cara lainnya adalah mensyukuri sifat rahmat yang ada pada diri kita sendiri, sebagai makhluk rahmat.

Pertama, dengan menebarkan sifat itu kepada yang paling berhak mendapatkan, yaitu orang tua. Bagaimanapun orang tua kita, darah dagingnya tetap ada pada kita. Itu takdir. Sehingga misalnya orang tua kita bergelimang dosa, maka kita tetap harus berada di barisan terdepan agar orang tua diberi ampunan oleh Allah.

Atau misalkan orang tua terlilit hutang, kita yang berusaha melunasinya. Sekuat kita berusaha menumpahkan kasih sayang, perhatian, dan minimal mendoakan mereka dengan tulus. Allah pasti mengetahui.

Yang kedua, keluarga dan anak. Misalkan kalau kita menebar sifat rahmat pada anak, bukan dengan berpidato, “Anakku, ayah sangat mencintaimu, siang malam ayah membanting tulang cuma demi kamu nak.” Kata anaknya “Ayah lebay, kemarin ayah membanting piring.” Atau, “Anakku, setiap hari air mata ibu selalu mengalir untukmu.” Anaknya berkata, “Baiklah bu, nanti saya ajari cara mengiris bawang merah yang benar.”

Tidak bisa dengan kata-kata. Karena anak-anak itu mengerti bahasa hati, Tunjukkanlah dengan diri kita sendiri yang terus merunduk dan bertobat. Bukan dengan merasa berjasa sebagai orang tua, maupun dengan membelikan ponsel atau mobil.

Demikian pula terhadap keluarga atau saudara. Karena sudah takdirnya kita menjadi adik-kakak maupun sepupu. Berikan perhatian yang tulus kepada mereka. Jangan sampai, misalnya, kita sering berwakaf tapi saudara sendiri terabaikan. Hubungan silaturahim harus kita sambung dan terjaga.

Yang ketiga, anak-anak yatim. Yang ini sudah amat jelas dalilnya. Dan ini bukan perkara mendirikan panti yatim piatu. Tapi berikanlah perhatian kepada mereka dengan terus merunduk dan bertobat. Karena mereka yatim memang takdir dari Allah. Sebagai ladang amal dan tempat bagi kita untuk menebarkan sifat rahmat.

Yang keempat, fakir miskin dan termasuk single parent. Kita harus benar-benar banyak bertafakur dengan apa yang menjadi takdir mereka. Supaya kita juga bisa menyadari bahwa takdir kita yang diberi lebih oleh Allah adalah untuk membantu dan menolongnya. Bukan malah meremehkan atau menzaliminya.

Yang kelima, orang yang sakit dan ditimpa musibah. Kunjungi dan beri perhatian pada mereka. Tapi saat mengunjungi jangan membuat mereka sakit hati. Misalnya, “Ini nih akibat dosamu, ini azabnya baru persekot lho.” Ringan kan beban mereka. Seperti dengan membantu biaya rumah sakitnya. Kalau kita sanggup, bayar seluruhnya. Karena uang yang kita pegang juga milik Allah.

Dan yang keenam, yang harus kita tebarkan sifat rahmat padanya adalah para khadimat atau yang membantu kita. Yang ini kita harus benar-benar hati-hati. Karena kadang-kadang kita suka merendahkan, bahkan ada yang tega menganiaya pembantunya. Padahal Rasulullah mengajarkan bahwa para pembantu itu juga saudara-saudara kita. Kita diperintahkan memberi makan dan pakaian yang sama dengan kita.

Atau mungkin kita memang sopan kepada mereka tapi sifat rahmatnya tetap belum ada. Misalnya, “Tolong ambilkan sandal saya, maaf merepotkan dan terima kasih.” kata pembantunya, “maaf, saya sedang capek, kalau ambil sendiri bagaimana?” Lalu dibalas, “Baiklah, silakan istirahat di rumah sendiri dan tidak usah kesini lagi.” Memang sopan, tapi langsung PHK-nya ini belum rahmat.

Nah, saudaraku, Mari kita syukuri sifat rahmat yang ada pada diri kita ini. Kita harus terus berdoa dan berupaya supaya kita dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala. KArena dengan rahmat Allah hidup kita di dunia bisa selalu tenang,. Dengan rahmat-Nya pula kita bisa selamat saat tiba waktunya untuk pulang kembali kepada-Nya.

KH. Abdullah Gymnastiar

Share
Leave a comment